Sabtu, 01 Oktober 2016

TUGAS AKHIR ANALISIS PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL MENGGUNAKAN KOMBINASI METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN METODE SWOT PADA PT. INDRA CIPTA SENTOSA LESTARI



TUGAS AKHIR



 




ANALISIS PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL MENGGUNAKAN KOMBINASI METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY




DAN METODE SWOT PADA







BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Kebutuhan material pada industri sangatlah penting, karena material adalah bahan utama dalam industri untuk membuat produk. Pada dasarnya material direncanakan oleh perusahaan yang bergerak dalam industri dengan perencanaan yang bagus agar supply material dalam perusahaan itu optimal dan mendapatkan biaya yang optimal. Tetapi jika supply material ini tidak optimal maka akan dapat menggangu proses produksi. Ini yang sedang dialami oleh PT. Indra Cipta Sentosa Lestari karena supply material dalam perusahaan ini sering terjadi keterlambatan dan pastinya mengganggu proses produksi. Maka dari itu penulis ingin menganalisis permasalahan yang terjadi di PT. Indra Cipta Sentosa Lestari ini dan mengetahui permasalahannya juga dengan pastinya ada solusi dari permasalahan ini. Berikut ini adalah data penggunaan bahan baku pada PT. Indra Cipta Sentosa Lestari yang paling sering digunakan bahan bakunya dalam proses produksi pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Data Penggunaan Bahan Baku PT. Indra Cipta Sentosa Lestari Tahun 2015
No. Bahan Baku
Bahan Baku
Jumlah Penggunaan Satuan (pieces)
1
Plat Besi 2.0 mm
1700
2
Plat Besi 1.0 mm
70
3
Plat Besi 1.2 mm
450
4
Besi Siku
50x5x6000 mm
148
5
Besi Siku
40x5x6000 mm
285
6
Besi UNP
100x50x5x6000 mm
98
7
Besi UNP
50x50x5x6000 mm
10
8
Besi UNP
80x50x5x6000 mm
370
9
Batu Gerinda
Potong 3.0mm x
14 inchi
121
10
Batu Gerinda
Resibon 4 inchi
190
Total
3442
(Sumber: PT. Indra Cipta Sentosa Lestari)
Bahan baku yang akan penulis analisis adalah bahan baku yang jumlah penggunaannya paling banyak dalam satu tahun. Pada PT. Indra Cipta Sentosa Lestari data bahan baku yang penggunaannya paling banyak adalah plat besi 2.0 mm. Perencanaan kebutuhan material pada PT. Indra Cipta Sentosa Lestari ini kurang optimal karena frekuensi pemesanannya itu dalam satu tahun itu dua belas kali dan jumlah bahan baku yang dipesan itu sedikit jadi mengakibatkan biaya persediaan bahan baku ini tinggi. Berikut grafik penggunaan bahan baku plat 2.0 mm dalam satu tahun dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Grafik Penggunaan Plat Besi 2.0 mm Tahun 2015 PT. Indra Cipta Sentosa Lestari
(Sumber: Pengolahan Sendiri dari Berbagai Sumber)

Dari grafik ini jumlah penggunaaan di PT. Indra Cipta Sentosa Lestari kurang optimal karena jumlah penggunaanya sedikit menyebabkan sering terjadi keterlambatan produksi karena kekurangan bahan baku. Disamping itu juga kurang memaksimalkan kapasitas pada tempat untuk bahan baku karena kapasitasnya masih bisa menerima bahan baku yang dipesan. Maka dari itu penulis akan menganalisis permasalahan material ini dengan Metode EOQ karena Metode EOQ ini bagus digunakan untuk mengoptimalkan kuantitas bahan baku dan biaya persediaan pada perencanaan kebutuhan material ini. Dalam perencanaan kebutuhan material ini penulis juga menggunakan Metode SWOT untuk menganalisis strategi-strategi yang bagus digunakan oleh PT. Indra Cipta Sentosa Lestari. Metode SWOT ini digunakan untuk mencari permasalahan internal dan eksternal dalam perusahaan kemudian diolah agar permasalahan tersebut diperoleh solusinya dan juga strategi untuk perusahaan tersebut.
Dalam perhitungan konvensional, EOQ adalah salah satu cara terbaik untuk menentukan ukuran lot. Tetapi ini hanya benar untuk kondisi yang sesuai, yaitu untuk permintaan yang independen dan dalam sistem distribusi satu tingkat. Dalam kondisi permintaan yang dependen dan sistem distribusi bertingkat, EOQ bukan satu-satunya formula yang cocok untuk seluruh tingkat pusat distribusi. Salah satu alasannya ialah misalnya bahwa produk yang dalam transit dari satu pusat distribusi ke pusat distribusi lain tidak mempengaruhi biaya penyediaan barang, karena hanya berpindah lokasi saja. Penambahan jenis biaya ini dari satu pusat distribusi diimbangi dengan  pengurangan biaya dari pusat distribusi lain dalam jumlah yang sama. Justru yang dipengaruhi ialah biaya angkutan, sehingga dalam sistem distribusi bertingkat, biaya dominan yang perlu diperhitungkan adalah biaya angkutan.
Konsep dasar pendekatan SWOT ini, tampaknya sederhana sekali, yaitu sebagaimana dikemukakan oleh Sun Tzu bahwa “apabila kita telah mengenal kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dan mengetahui kekuatan dan kelemahan lawan, sudah dapat dipastikan bahwa kita akan dapat memenangkan pertempuran”. Dalam perkembangannya saat ini, analisis SWOT tidak hanya dipakai untuk menyusun strategi di medan pertempuran, melainkan banyak diterapkan dalam penyusunan perencanaan strategi bisnis (Strategic Business Planning) yang bertujuan untuk menyusun strategi-strategi jangka panjang sehingga arah dan tujuan perusahaan dapat dicapai dengan jelas dan dapat segera diambil keputusan berikut semua perubahannya dalam menghadapi pesaing.
Penelitian ini dilakukan agar perusahaan mengetahui perhitungan dengan menggunakan Metode Economic Order Quantity dan mengetahui hasil analisa Metode SWOT. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan pengambilan data secara wawancara dan dokumentasi dari PT. Indra Cipta Sentosa Lestari. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan untuk menentukan perencanaan kebutuhan material yang optimal dan ekonomis dan mengetahui kondisi internal dan eksternal yang terlibat sebagai input untuk merancang proses, sehingga proses yang dirancang dapat berjalan optimal, efektif, dan efisien. Hasil penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini adalah hasil dari perhitungan dengan Metode Economic Order Quantity yang dapat dijadikan perbandingan oleh perusahaan dalam menentukan kebutuhan bahan baku yang optimal, perusahaan dapat mengontrol biaya material dengan mudah, dan dapat mengontrol pengeluaran kebutuhan material dan menyiapkan untuk menghadapi adanya kemungkinan dalam perencanaan pengembangan di dalam perusahaan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menjelaskan tentang kebutuhan material dan persediaan yang dibutuhkan oleh PT. Indra Cipta Sentosa Lestari dan hasil analisa kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman terhadap perusahaan. Dengan demikian dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Analisis Perencanaan Kebutuhan Material Menggunakan kombinasi Metode Economic Order Quantity dan Metode SWOT Pada PT. Indra Cipta Sentosa Lestari”.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.    Berapa kebutuhan material yang optimal antara perhitungan kebijakan perusahaan dan Metode EOQ di PT. Indra Cipta Sentosa Lestari?
2.    Berapa hasil analisis SWOT perencanaan kebutuhan material yang optimal antara perhitungan kebijakan perusahaan dan Metode EOQ di PT. Indra Cipta Sentosa Lestari?

1.3 Pembatasan Masalah
Pada penulisan tugas akhir ini penyusun akan membatasi masalah sebagai berikut:
1.    Penelitian ini hanya menggunakan data bahan baku perusahaan tahun 2015.
2.    Bahan baku yang diteliti dengan Metode EOQ hanya satu, yaitu dipilih dengan jumlah penggunaannya terbanyak dengan menggunakan Metode ABC dengan periode penggunaaan selama tahun 2015.
1.4 Tujuan Penelitian
Pada penulisan tugas akhir ini, tujuan dari penelitian ini adalah:
1.      Untuk mengetahui kebutuhan material yang optimal antara perhitungan dengan kebijakan perusahaan dan perhitungan Metode EOQ di PT. Indra Cipta Sentosa Lestari.
2.      Untuk mengetahui hasil analisis SWOT perencanaan kebutuhan material dengan perhitungan kebijakan perusahaan dan Metode EOQ di PT. Indra Cipta Sentosa Lestari.

1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Untuk Penulis
Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Fakultas Teknik Program Studi Teknik Industri Universitas Pamulang.
2.    Untuk Perusahaan
Menjadi bahan masukan bagi perusahaan dalam menyusun rencana peningkatan perusahaan. Mengetahui aktivitas-aktivitas utama dalam manajemen logistik.
3.    Untuk Khalayak Umum
Memberikan rujukan/referensi untuk keperluan studi dan penelitian selanjutnya mengenai topik permasalahan yang sama.

1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I      : PENDAHULUAN
  Berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II    : LANDASAN TEORI
Berisi landasan teori yang berhubungan dengan penelitian ini serta dalam bab ini dimuat kerangka pemikiran yang menggambarkan pola pikir dan sistematika pelaksanaan penelitian.
BAB III   : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisikan langkah-langkah sistematika yang dilakukan dalam penelitian yaitu pengumpulan data, pengolahan dan analisis terhadap masalah serta dilengkapi dengan metode analisa data.
BAB IV   : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berisi gambaran atau deskripsi objek yang diteliti, analisis data yang diperoleh, dan pembahasan tentang hasil dan analisis.
BAB V    : KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi kesimpulan tentang analisis data dan pembahasan, serta saran yang dapat diberikan kepada pembaca dan perusahaan.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu
Beberapa data penelitian terdahulu tentang perencanaan kebutuhan material dengan Metode EOQ dan Metode SWOT adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Beberapa Data Penelitian Terdahulu Tentang Perencanaan Kebutuhan Material dengan Metode EOQ dan Metode SWOT
No
Nama Peneliti
Hasil
Persamaan
Perbedaan
1
Juliana Puspika dan Desi Anita, Inventory Control dan Perencanaan Persediaan Bahan Baku Produksi Roti pada Pabrik Roti Bobo Pekanbaru, 2013.
Tahun 2010 total biaya persediaan dengan metode EOQ Rp1.056.177,90 menurut perhitungan pabrik Rp3.059.186,25. Tahun 2011 total biaya persediaan dengan metode EOQ Rp1.328.092,71  menurut perhitungan pabrik Rp3.873.605,20. Tahun 2012 dengan metode EOQ, total biaya persediaan Rp Rp1.620.617,17. Total biaya persediaan pabrik Rp5.226.665,60.
Penelitian antara jurnal dan penulis tidak menggunakan kuesioner.
1.  Penelitian jurnal menggunakan data selama 3 tahun, penelitian penulis menggunakan data selama 1 tahun.
2.  Bahan baku yang diteliti oleh jurnal dan penulis berbeda, jurnal meneliti roti sedangkan penulis meneliti plat.


2
Mutiara Simbar, Theodora M. Katiandagho, Tommy F Lolowang, dan Jenny Baroleh, Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kayu Cempaka Pada  Industri Mebel UD. Batu Zaman Dengan Menggunakan Metode Economic Order Quantity, 2014.
Tahun 2013 menurut EOQ pembelian bahan baku 4,448 m³, frekuensi pemesanan 2 kali, safety stock 0,24 m³, reorder point 0,603 m³, total biaya persediaan Rp 881.670. Menurut perhitungan pabrik pembelian bahan baku 2,3375 m³, frekuensi pemesanan 4 kali, total biaya persediaan Rp. 1.335.000.
1.   Data yang diteliti oleh jurnal dan penulis frekuensinya sama 1 tahun.
2.   Penelitian antara jurnal dan penulis tidak menggunakan kuesioner.
Bahan baku yang diteliti oleh jurnal dan penulis berbeda, jurnal meneliti kayu sedangkan  penulis meneliti plat.

(Sumber: Pengolahan Sendiri dari Berbagai Sumber)

Tabel 2.1 Beberapa Data Penelitian Terdahulu Tentang Perencanaan Kebutuhan Material dengan Metode EOQ dan Metode SWOT (Lanjutan)
No
Nama Peneliti
Hasil
Persamaan
Perbedaan
3
Siti Nurhasanah, Analisis Persediaan Solar dengan Menggunakan Metode EOQ pada PT. Anugerah Bara Kaltim, 2012.
Frekuensi pemesanan 32 dalam setahun, jumlah pembelian 23.657 liter, biaya pemesanan Rp 130.109.481,- biaya penyimpanan Rp 130.113.500,- total biaya persediaan Rp 260.222.981.
1. Data yang diteliti oleh jurnal dan penulis frekuensinya sama 1 tahun.
2. Penelitian antara jurnal dan penulis tidak menggunakan kuesioner.

Bahan baku yang diteliti oleh jurnal dan penulis berbeda, jurnal meneliti solar sedangkan  penulis meneliti plat.
4
Yulita Veranda Usman dan Wiwi Yaren, Analisis Strategi Pemasaran Perumahan Bekasi Timur Regensi 3, 2013.
Faktor internal skor bobot 3,369, faktor ekternal skor 3,435. Analisis matriks QSPM nilai TAS 6,829.
Hasil analisis SWOT pada jurnal dan penulis nilainya berada pada kategori kuat.
1.  Data yang dianalisis oleh jurnal dan peneliti berbeda, jurnal meneliti analisis strategi pemasaran sedangkan penulis meneliti analisis persediaan bahan baku.
2.  Jurnal menggunakan analisis matriks QSPM sedangkan penulis tidak menggunakan.
5
Epi Syahadat, Strategi Pembangunan Hutan Tanaman di Provinsi Kalimantan Timur, 2013.
Faktor internal skor bobot 2,707, faktor eksternal skor bobot 2,868.
Hasil analisis SWOT pada jurnal dan penulis nilainya berada pada kategori kuat.
1. Data yang dianalisis oleh jurnal dan peneliti berbeda, jurnal meneliti analisis strategi pembangunan hutan sedangkan penulis meneliti analisis persediaan bahan baku.
2. Pengumpulan data pada jurnal dengan kuesioner sedangkan data penulis tidak menggunakan kuesioner.
(Sumber: Pengolahan Sendiri dari Berbagai Sumber)

2.2 Persediaan
Manajemen persediaan merupakan teknis yang sangat berguna dalam pengelolaan perusahaan yang bersifat kongkrit, yaitu bagaimana merumuskan jalan pikiran yang jernih, kongkrit, dan jelas, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengaktualisasian, dan pengontrolan sistem perusahaan. Setiap perusahaan manufaktur, selalu memerlukan persediaan. Tanpa adanya persediaan, maka perusahaan akan dihadapkan pada resiko bahwa perusahaan pada suatu saat tidak dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Pada prinsipnya manajemen persediaan mempermudah sekaligus memperlancar jalannya operasi perusahaan yang harus dilakukan secara berturut-turut untuk memproduksi barang-barang serta menyampaikannya kepada konsumen atau pelanggan. produksi pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran pada sistem distribusi ataupun kegiatan konsumsi pangan pada sistem rumah tangga (Nasution).  Sedangkan menurut Ronald Ballau inventory are stockplies of raw material supplies, component, work in process, finished goods that appear at numerous point throughout a firm’s production and logistic channel.  Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa persediaan adalah barang-barang atau bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi yang disimpan dan dirawat dalam tempat persediaan agar selalu siap pakai memenuhi kebutuhan konsumen. Persediaan menurut Assauri  adalah sebagai berikut:
1.    Persediaan Bahan Baku (Raw Material Stock)
Yaitu barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses industri, yang diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun yang dibeli dari perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan yang membutuhkannya.
2.    Persediaan Bagian Produk Yang Dibeli (Purchashed Parts/Component Stock)
Yaitu Persediaan bagian produksi atau parts yang dibeli dari perusahaan lain, yang dapat secara langsung dirakit dengan parts lain tanpa melalui proses produksi sebelumnya.
3.    Persediaan Bahan–Bahan 
Yaitu persediaan bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya proses produksi atau yang dipergunakan dalam bekerjanya suatu perusahaan, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen dari barang jadi.
4.    Persediaan Barang Setengah Jadi (Work in Process)
Yaitu persediaan barang yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam suatu pabrik atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi.
5.    Persediaan Barang Jadi (Finished Goods Stock)
Yaitu persediaan barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap dijual pada pelanggan atau perusahaan lain.

2.2.1 Jenis-Jenis Persediaan
Secara fisik, item persediaan dapat dikelompokkan dalam lima kategori, yaitu sebagai berikut:
1.    Bahan mentah (Raw Materials), yaitu barang-barang berwujud seperti baja, kayu, tanah liat, atau bahan-bahan mentah lainnya yang diperoleh dari seumber-sumber alam, atau dibeli dari pemasok, atau diolah sendiri oleh perusahaan untuk digunakan perusahaan dalam proses produksinya sendiri.
2.    Komponen, yaitu barang-barang yang terdiri atas bagian-bagian (Parts) yang diperoleh dari perusahaan lain atau hasil produksi sendiri atau untuk digunakan dalam pembuatan barang jadi atau barang setengah jadi.
3.    Barang setengah jadi (Work in Process) yaitu barang-barang keluaran dari tiap operasi produksi atau perakitan yang telah memiliki bentuk lebih kompleks daripada komponen, namun masih perlu proses lebih lanjut untuk menjadi barang jadi.
4.    Barang jadi (Finished Good) adalah barang-barang yang telah selesai diproses dan siap untuk didistribusikan ke konsumen.
5.    Bahan pembantu (Supplies Material) adalah barang-barang  yang  diperlukan  dalam proses pembuatan atau perakitan barang, namun bukan merupakan komponen barang jadi. Termasuk bahan penolong adalah bahan bakar, pelumas, listrik dan lain-lain.

2.2.2 Fungsi Persediaan
Menurut Heizer, Render fungsi persediaan adalah sebagai berikut:
1.    Untuk memberikan suatu stock barang–barang agar dapat memenuhi permintaan yang diantisipasi akan timbul dari konsumen.
2.    Untuk memasangkan produksi dengan distribusi. Misalnya, bila permintaan produknya tinggi hanya pada musim panas, perusahaan dapat membantu stock selama musim dingin, sehingga biaya kekurangan stock dan kehabisan stock dapat dihindari. Demikian pula, bila pasokan suatu perusahaan berfluktuasi, persediaan bahan baku ekstra mungkin diperlukan untuk memasangkan proses produksinya.
3.    Untuk mengambil keuntungan dari potongan jumlah, karena pembelian dalam jumlah besar dapat secara substansial dapat menurunkan biaya produk.
4.    Untuk melakukan hedging terhadap inflasi dan perubahan harga.
5.    Untuk menghindari dari kekurangan stock yang dapat terjadi karena cuaca, kekurangan pasokan, masalah mutu, dan pengiriman yang tidak tepat. Stock pengaman dapat mengurangi resiko kekurangan stock.
6.    Untuk menjaga agar operasi dapat berlangsung dengan baik dengan menggunakan barang dalam proses dalam persediaannya. Hal ini karena perlu waktu untuk memproduksi barang dan karena sepanjang berlangsungnya proses, terkumpul persediaan-persediaan.

2.2.3 Biaya-Biaya Persediaan
Jumlah persediaan yang optimal yaitu yang paling ekonomis, dalam arti tidak terlalu banyak, yang berarti pemborosan atau tambahan biaya yang tidak perlu juga tidak terlalu sedikit yaitu masih ada bahaya kehabisan persediaan bahan baku. Menurut Heizer, Render Biaya yang timbul dari adanya persediaan adalah:
1.    Biaya Penyimpanan (Holding Cost) 
Biaya penyimpanan adalah biaya yang berkaitan dengan penyimpanan atau penahanan persediaan sepanjang waktu tertentu. Oleh karena itu biaya penyimpanan juga mencakup biaya yang berkaitan dengan gudang, seperti biaya asuransi, staffing tambahan, pembayaran bunga.
2.    Biaya Pemesanan (Ordering Cost)
Biaya pemesanan adalah biaya yang berkaitan dengan penempatan pemesanan dan penerimaan barang. Biaya ini mencakup biaya pasokan, formulir, pemprosesan pesanan, tenaga kerja dan sebagainya.
3.    Biaya Pemasangan (Setup Cost)
Biaya pemasangan adalah biaya untuk mempersiapkan mesin atau proses untuk memproduksi pesanan. Manajer operasional dapat mengurangi biaya pesanan dengan mengurangi biaya pemasangan dan dengan menggunakan prosedur yang efisien semacam pembayaran dan pemesanan elektronik.

2.3 Pengendalian Persediaan
Dalam suatu perusahaan, kelancaran kegiatan operasi harus didukung oleh beberapa kegiatan penting. Pengendalian persediaan merupakan salah satu kegiatan penting dari urutan kegiatan–kegiatan yang berkaitan erat satu sama lain dalam seluruh operasi produksi perusahaan sesuai dengan apa yang telah  direncanakan lebih dahulu baik waktu, jumlah, kualitas, dan biayanya. Pengendalian persediaan ini juga sangat penting bagi semua jenis perusahaan karena kegiatan ini dapat membantu tercapainya suatu tingkat efisiensi penggunaan dalam persediaan.
Pengertian pengendalian persediaan menurut Rangkuti pengendalian persediaan adalah merupakan salah satu fungsi manajemen yang dapat dipecahkan dengan metode kuantitatif. Sedangkan menurut Assauri adalah merupakan salah satu kegiatan dari urutan kegiatan–kegiatan yang berkaitan erat satu sama lain dalam seluruh operasi produksi perusahaan sesuai dengan apa yang telah direncanakan lebih dahulu baik waktu, jumlah, kualitas,  dan biaya.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengendalian persediaan adalah salah satu aktifitas untuk menetapkan besarnya persediaan dengan memperhatikan keseimbangan antara besarnya persediaan yang disimpan dengan biaya yang timbul.

2.3.1 Tujuan Pengendalian Persediaan
Suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahaan sudah tentu mempunyai tujuan–tujuan tertentu.
Tujuan pengendalian persediaan menurut Assauri adalah:
1.    Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya proses produksi.
2.    Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebih–lebihan, sehingga biaya–biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu besar.
3.    Menjaga agar pembelian kecil–kecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya pemesanan menjadi besar.
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pengendalian persediaan adalah untuk memperoleh kualitas dan jumlah yang tepat dari bahan–bahan yang tersedia pada waktu yang diburuhkan dengan biaya–biaya yang minimum  untuk   keuntungan atau kepentingan perusahaan. Dengan kata lain pengendalian persediaan untuk menjamin terdapatnya persediaan pada tingkat  yang optimal agar produksi dapat berjalan dengan lancar dan biaya persediaan adalah minimal.

2.3.2 Alasan Menyimpan Persediaan
Ada beberapa alasan perusahaan menyimpan persediaan. Menurut Nahmias alasan menyimpan persediaan antara lain:
1.    Skala Operasi Ekonomis (Economies of Scale)
Dengan asumsi bahwa perusahaan memproduksi satu line item yang sejenis maka bisa jadi akan lebih ekonomis jika memproduksi jumlah item yang relatif besar dalam setiap produksi yang berjalan dan menyimpannya untuk pemakaian dimasa yang akan datang. Dengan demikian perusahaan juga akan mencicil biaya set up tetap pada jumlah unit yang besar.
2.    Ketidakpastian (Uncertainty)
Ketidakpastian merupakan dorongan utama perusahaan menyimpan persediaan. Terutama ketidakpastian permintaan eksternal. Ketidakpastian lain yang menjadi alasan adalah ketidakpastian waktu tunggu (Lead Time), walaupun permintaan yang akan datang dapat diprediksi secara akurat, tapi perusahaan perlu untuk menyimpan stock untuk menjamin kelancaran pergerakan produksi atau kelanjutan penjualan ketika waktu tunggu (Lead Time) penambahan tidak pasti. Selain itu ketidakpastian pasokan tenaga kerja (Labour Supplay), harga dari sumber-sumber bahan baku, dan biaya modal (Cost of Capital) juga menjadi alasan perusahaan menyimpan persediaan.
3.    Spekulasi
Jika nilai item atau sumber alam diperkirakan akan naik, maka akan lebih ekonomis jika membeli dalam jumlah besar pada harga sekarang dan menyimpan item untuk digunakan pada masa mendatang.
4.    Transportasi (Trasportation)
Persediaan pipa saluran (Pipeline) ada karena waktu transportasi adalah positif. Salah satu kekurangan memproduksi dilepas pantai adalah akan meningkatkan waktu transportasi dan untuk mengatasi hal ini dengan menggunakan pipa saluran (Pipeline).
5.    Kelancaran (Smoothing)
Perubahan pada pola permintaan atas produk bisa dalam bentuk determinasi atau random. Memproduksi atau menyimpan persediaan dalam mengantisipasi puncak permintaan (Peak Demand) bisa membantu mengurangi penyebab gangguan dari perubahan tingkat produksi.
6.    Logistik (Logistics)
Beberapa kendala tertentu bisa ada dalam pembelian, produksi, atau distribusi dari item yang memberi kekuatan pada sistem untuk memelihara persediaan (Maintain Inventory) pada salah satu kasus dimana item harus dibeli pada jumlah yang kecil.
7.    Biaya Pengendalian (Control Cost)
Dalam sistem ini banyak persediaan yang tidak diadakan dalam tingkatan persediaan yang sama. Biaya pengendalian bisa jadi rendah bagi perusahaan dalam jangka panjang untuk memelihara persediaan item yang tidak mahal dari pada mengeluarkan waktu pekerjaan untuk menyimpan salinan detail item ini.

2.3.3 Faktor-Faktor Penting Dalam Persediaan
Persediaan memiliki peranan  penting dalam perusahaan, sehingga sangat penting untuk mengetahui faktor-faktor penting yang ada di dalamnya. Berikut empat faktor penting fungsi persediaan:
1.    Faktor Waktu
Faktor waktu menyangkut lamanya proses produksi dan distribusi sebelum  barang  jadi  sampai  kepada  konsumen,  waktu diperlukan untuk membuat jadwal produksi, memotong bahan baku, pengiriman bahan baku, pengawasan bahan baku, produksi dan pengiriman barang jadi ke pedagang besar atau konsmen. Dari faktor ini perusahaan juga dapat memp ertimbangkan bagaimana persediaan yang harus direncanakan. Agar kegiatan produski tidak terhambat oleh faktor tersebut.
2.    Faktor Ketidakpastian
Faktor ketidakpastian waktu bahan baku datang. Faktor ketidakpastian bahan baku datang dari supplier menyebabkan perusahaan memerlukan persediaan agar tidak menghambat proses produksi maupun keterlambatan pengiriman kepada konsumen. Persediaan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan selama waktu tunggu (Lead Time). Waktu tunggu (Lead Time) adalah merupakan tenggang waktu yang diperlukan antara saat pemesanan bahan baku dengan datangnya  bahan  baku.  Waktu tunggu ini sangat perlu diperhatikan karena sangat erat hubungannya dengan saat pemesanan kembali (Reorder Point) Dengan diketahuinya waktu tunggu yang tepat maka perusahaan dapat melakukan pemesanan pada saat yang tepat, sehingga risiko terjadinya penumpukan atau kekurangan persediaan dapat ditekan seminimal mungkin.
3.    Faktor Ekonomis
Faktor ekonomis, adanya keinginan perusahaan untuk mendapatkan alternatif biaya rendah dalam memproduksi atau membeli item dengan menentukan jumlah yang paling ekonomis. Harga bahan baku yang akan dibeli merupakan salah satu faktor penentu dalam kebijaksaan persediaan bahan baku, karena harga bahan baku akan menentukan berapa jumlah modal yang harus disiapkan perusahaan dalam pembelian bahan baku. Faktor ini juga merupakan peranan penting bagi perusahaan untuk menentukan sistem pembelian maupun penyimpanan bahan baku yang memang diperlukan untuk kegiatan produksi.
4.    Faktor Pemakaian Bahan Baku
Sebelum pembelian dilakukan, maka manajer harus dapat membuat perkiraan pemakaian bahan baku yang akan digunakan dalam proses produksi dalam satu periode. Perkiraan bahan baku ini merupakan perkiraan tentang berapa jumlah bahan baku  yang akan dipergunakan perusahaan pada waktu yang datang. Untuk memperoleh data ini dilakukan peramalan.
5.    Biay a-Biaya Persediaan
Biaya persediaan bahan baku ini ada dua macam, yaitu biaya persediaan yang semakin besar dengan semakin besarnya rata-rata persediaan dan biaya persediaan yang semakin kecil dengan semakin besarnya rata-rata persediaan.
6.    Kebijakan Pembelanjaan
Seberapa besar dana yang digunakan untuk keperluan pembelanjaan bahan baku atau barang-barang yang menyangkut keperluan produksi perusahaan, sangat tergantung kepada kebijakan pembelanjaan dari perusahaan tersebut. Antara lain modal yang ditetapkan oleh perusahaan, atau budget yang memang sudah ditentukan dari masing-masing departemen.

2.4 Tujuan Metode EOQ dan Metode SWOT
Tujuan metode EOQ adalah untuk mengetahui berapa jumlah, atau frekuensi pemesanan, atau nilai pemesanan yang paling ekonomis dengan cara dilakukan perhitungan dengan rumus dalam pengendalian persediaan metode EOQ mengandung pengertian bahwa pada waktu tercapai titik pemesanan kembali, dilakukan pemesanan sebesar EOQ.
Sedangkan tujuan metode SWOT adalah untuk mengetahui bagaimana kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dengan cara melakukan analisis terhadap hal yang dipermasalahkan dengan membuat indikator-indikator dari variabel tersebut dan memberikan bobot, rating, dan score untuk dapat mengetahui indikator-indikator yang perlu dilakukan perhatian lebih atau perubahan agar menjadi lebih baik lagi.

2.5 Metode Always Better Control (ABC)
Analisis ABC merupakan salah satu cara pengendalian persediaan dengan cara mengurutkan dan mengelompokkan jenis barang. Analisis ABC adalah sebuah aplikasi persediaan dari prinsip Pareto. Prinsip  Pareto menyatakan bahwa terdapat sedikit hal yang penting dan banyak hal yang  sepele. Tujuannya adalah membuat kebijkan persediaan yang memusatkan sumber daya pada komponen persediaan penting yang sedikit dan bukan pada yang banyak tetapi sepele.
1.   Kelompok A adalah kelompok 70% terbanyak nilai investasinya dan merupakan kelompok barang persediaan yang membutuhkan dana investasi yang tinggi.
2.   Kelompok B adalah kelompok yang berada diantara kedua kelompok (20%) dan merupakan kelompok barang persediaan yang membutuhkan dana investasi yang sedang.
3.   Kelompok C adalah kelompok 10%  atau terendah nilai investasinya, dan merupakan kelompok barang persediaan yang membutuhkan dana investasi yang rendah.
Klasifikasi Pengelompokkan persediaan pada analisis ABC:
1.    Kelompok A
a.     Kelompok barang dengan nilai investasi tinggi.
b.    Mencakup 80% jumlah nilai investasi dari total persediaan (% kumulatif 0 – 80%).
c.     Jenis barang hanya 20%  dari jumlah barang persediaan.
2.    Kelompok B
a.     Kelompok barang dengan nilai investasi sedang.
b.    Mencakup 15% jumlah nilai investasi dari total persediaan (% kumulatif 81-95%).
c.     Jenis barang 30% dari jumlah persediaan.
3.    Kelompok C
a.     Kelompok barang dengan nilai investasi rendah.
b.    Mencakup 5% jumlah nilai investasi dari total persediaan (% kumulatif 96-100%).
c.     Jenis barang 50% dari jumlah barang persediaan.
Secara garis besar bisa disimpulkan sebagai berikut:
1.    Kelompok A memerlukan pemantauan ketat, sistem pencatatan yang akurat dan lengkap, serta peninjauan tetap oleh pengambil keputusan yang berpengaruh.
2.    Kelompok B memerlukan pengendalian yang tidak terlalu ketat, sistem pencatatan yang cukup baik, dan peninjauan berkala.
3.    Kelompok C memerlukan pemantauan yang sederhana, sistem pencatatan yang sederhana atau tidak menggunakan sistem pencatatan, dan jumlah persediaan banyak dapat dilakukan.

2.6 Cara Membuat Analisis SWOT
Penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal strengths dan weaknesses serta lingkungan eksternal opportunities dan threats yang dihadapi dunia bisnis. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) dengan faktor internal kekuatan (Strengths), dan kelemahan (Weaknesses). Berikut adalah diagram analisis SWOT yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.
analisis swot.jpg
Gambar 2.1 Diagram Analisis SWOT
(Sumber: Freddy Rangkuti, Teknik Membedah Kasus Bisnis Analisis SWOT, 2008)
Kuadran I, ini merupakan situasi sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented Strategy).
Kuadran II, meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).
Kuadran III, perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak, ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Kondisi bisnis pada kuadran III ini mirip dengan question mark pada BCG matrix. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik. Misalnya, Apple menggunakan strategi peninjauan kembali teknologi yang dipergunakan dengan cara menawarkan produk-produk baru dalam industri microcomputer.
Kuadran IV, ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.

2.6.1 Cara Perhitungan Bobot dan Rating dalam Analisis SWOT
Perhitungan bobot dan rating dalam analisis SWOT dapat menggunakan tiga langkah, yaitu:
1.    Menentukan indikator-indikator SWOT.
2.    Menentukan bobot, rating, dan score. Bobot ditentukan berdasarkan tingkat kepentingan atau urgensi penanganan dengan skala 1 sampai 5 (1 = tidak penting, 5 = sangat penting).
3.    Menghitung bobot untuk masing-masing indikator yang terdapat pada kekuatan dan kelemahan, sehingga total nilai bobot tersebut menjadi 1 atau 100%. Dengan cara yang sama dihitung bobot untuk peluang dan ancaman.
4.    Menentukan rating. Rating adalah analisis kita terhadap kemungkinan yang akan terjadi dalam jangka pendek (misalnya satu tahun ke depan). Nilai rating untuk variabel kekuatan diberi nilai 1 sampai 4. Diberi nilai 1 kalau kemungkinan indikator tersebut kinerjanya semakin menurun dibandingkan pesaing utama. Diberi nilai 2 kalau indikator itu kinerjanya sama dengan pesaing utama. Sedangkan diberi nilai 3 atau 4, kalau indikator tersebut lebih baik dibandingkan pesaing utama. Semakin tinggi nilainya artinya kinerja indikator tersebut tahun depan akan semakin baik dibandingkan pesaing utama. Nilai rating variabel kelemahan diberi nilai 1 sampai 4. Diberi nilai 1 kalau indikator tersebut semakin banyak kelemahannya dibandingkan pesaing utama. Sebaliknya diberi nilai 4 kalau kelemahan indikator tersebut semakin menurun dibandingkan pesaing utama pada tahun depan. Artinya pemberian nilai rating untuk variabel kelemahan atau variabel ancaman berkebalikan dengan pemberian nilai rating untuk variabel kekuatan dan variabel peluang.








 



 
 





2.6.2 Matriks SWOT
Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan adalah matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis, dan dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Matriks SWOT

Strengths (S)
Tentukan 5-10 faktor-faktor kelemahan internal.
Weaknesses (W)
Tentukan 5-10 faktor-faktor kekuatan internal.
Opportunities (O)
Tentukan 5-10 faktor peluang eksternal.
Strategi SO
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman.
Strategi WO
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang.
(Sumber: Freddy Rangkuti, Teknik Membedah Kasus Bisnis Analisis SWOT, 2008)

Tabel 2.2 Matriks SWOT (Lanjutan)
Threats (T)
Tentukan 5-10 faktor ancaman eksternal.
Strategi ST
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk
Strategi WT
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman.
(Sumber: Freddy Rangkuti, Teknik Membedah Kasus Bisnis Analisis SWOT, 2008)

Sebelum menghasilkan matriks SWOT, pembuatan EFE (Eksternal Factor Evaluation) dan IFE (Internal Factor Evaluation) tentu saja menjadi hal yang harus didahulukan terlebih dahulu.
1.    Strategi SO
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
2.    Strategi ST
Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.
3.    Strategi WO
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
4.    Strategi WT
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

2.6.3 Input Sistem EOQ dan SWOT
Pada penelitian ini input yang ada dalam sistem EOQ adalah pengumpulan data jumlah pembelian material, harga material, frekuensi pembelian material dan biaya pemesanan pada perusahaan untuk setelah itu data akan digunakan analisis dengan metode EOQ dan setelah itu dilakukan perbandingan dengan kebijakan perusahaan.
Sedangkan pada input sistem SWOT adalah mengumpulkan indikator-indikator variabel kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada hal yang akan di analisis dengan metode SWOT.

2.6.4 Output Sistem EOQ dan SWOT
Pada penelitian ini output yang dihasilkan pada sistem EOQ ini adalah jumlah pembelian yang optimal, biaya penyimpanan, biaya pemesanan, biaya persediaan, frekuensi pemesanan, reorder point, biaya pembelian, safety stock, dan juga jumlah permintaan selama lead time setelah sebelumnya dilakukan analisis dengan menggunakan data yang sudah ada dan setelah itu dilakukan perbandingan dengan perhitungan kebijakan perusahaan untuk mengetahui perhitungan yang lebih optimal.
Sedangkan pada sistem SWOT output yang dihasilkan adalah nilai-nilai dari indikator-indikator variabel SWOT bahwa dari nilai-nilai tersebut dapat diketahui variabel yang kuat dan lemah, untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan agar variabel yang lemah bisa dilakukan perubahan agar menjadi kuat.

2.7 Kerangka Fikir
Dalam setiap perusahaan terdapat fungsi pokok yang menyebabkan kelangsungan hidup perusahaan tetap terjaga yaitu proses produksi. Hasil dari proses produksi tersebut harus dapat memenuhi kebutuhan konsumen dengan kualitas yang baik, sehingga perusahaan juga memerlukan bahan baku produksi yang juga berkualitas tinggi agar kebutuhan konsumen dapat terpenuhi sesuai kualitas dan tepat waktu.
Agar proses produksi dapat berjalan dengan lancar, maka semua aspek yang mempengaruhinya harus direncanakan dengan baik. Salah satunya persediaan bahan baku di perusahaan. Persediaan memegang peranan penting dalam proses produksi perusahaan. Jika persediaan terlalu sedikit maka akan menghambat proses produksi perusahaan, karena akan terbentur pada resiko kehabisan bahan. Yang mengakibatkan tertundanya pemenuhan pesanan konsumen. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menggunakan metode EOQ. Dan juga untuk meningkatkan perkembangan perusahaan, maka untuk mengetahui permasalahan yang ada di dalam perusahaan adalah dengan menggunakan metode SWOT.
Berikut ini adalah kerangka fikir penelitian pada Gambar 2.2.
 
























Gambar 2.2 Kerangka Fikir
(Sumber: Pengolahan Sendiri dari Berbagai Sumber)



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi suatu pabrik meruapakan salah satu faktor yang penting dalam memperlancar operasi suatu perusahaan. Apabila suatu perusahaan terletak pada lokasi yang tepat, maka akan dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan, karena perusahaan dapat meminimumkan biaya seperti biaya transportasi, biaya distribusi barang serta tidak terganggunya proses produksi yang jauh dari pemukiman penduduk. Lokasi perusahaan merupakan tempat kerja dimana perusahaan melakukan kegiatan kerja atau melakukan aktivitasnya. Lokasi PT. Indra Cipta Sentosa Lestari adalah terletak di Komplek Pergudangan dan Industri Arcadia Blok G7 No. 7-8 Jl. Daan Mogot Km. 21 Batu Ceper, Tangerang, Provinsi Banten. Pendirian lokasi pabrik tersebut atas dasar pertimbangan bahwa:
1.    Lokasi di daerah tersebut merupakan daerah strategis untuk pendekatan ke sumber bahan baku.
2.    Pabrik didirikan di Kawasan Industri dekat dari kepadatan penduduk, tetapi tidak menggangu masyarakat sekitarnya karena ada pembatas antara kawasan industri dan rumah penduduk.
3.    Mudahnya sarana transportasi, karena merupakan jalur jalan raya dan dapat dilalui kendaraan besar lainnya.

3.2 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kasus dimana penelitian dilakukan menggunakan data yang dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan dokumen. Objek penelitian dalam judul ini secara keseluruhan berkaitan dengan persediaan dan penggunaan bahan baku serta menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman perencanaan kebutuhan material pada PT. Indra Cipta Sentosa Lestari.
Jenis penelitian dalam analisis ini menggunakan data sekunder yang datanya diperoleh langsung dari perusahaan. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel yaitu pemakaian bahan sesungguhnya, peramalan persediaan bahan baku, perencanaan persediaan bahan baku, Economic Order Quantity (EOQ), frekuensi pemesanan, total biaya pemesanan, total biaya penyimpanan, total biaya persediaan, jumlah permintaan per hari, jumlah permintaan selama lead time, reorder point, biaya pembelian, maksimum stock, dan SWOT kebutuhan material sebelum menggunakan EOQ dan sesudah menggunakan EOQ.

3.3 Data dan Sumber Data
Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang menjadi data penelitian. Data yang diperoleh berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif yaitu data yang berupa informasi tertulis yaitu informasi mengenai bahan baku yang digunakan dan perencanaan persediaan bahan baku. Data kuantitatif yaitu data yang berupa angka-angka mengenai jumlah persediaan bahan baku dan jumlah pemesanan bahan baku.
Sumber data secara keseluruhan diperoleh dari dalam institusi yang menjadi tempat penelitian. Data yang sifatnya kualitatif diperoleh dari berkas-berkas atau dokumen dari bagian gudang dan bagian pembelian. Sedangkan  data yang bersifat kuantitatif diperoleh dari wawancara dan pengamatan langsung diperusahaan.

3.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk menghimpun data yang dibutuhkan, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1.    Data Primer
a.    Teknik interview/wawancara, yaitu teknik mendapatkan data dengan mengadakan wawancara langsung dengan karyawan perusahaan yang kompeten atau lebih mengetahui secara mendalam tentang apa yang diangkat dalam penelitian ini. Dari teknik ini diharapkan dapat memperoleh data tentang gambaran umum perusahaan, bahan baku yang digunakan dalam perusahaan, dan data lain yang berhubungan dengan penelitian ini.
b.    Observasi, yaitu salah satu pengambilan data yang dilaksanakan dengan cara melakukan pencatatan data secara sistematik terhadap suatu obyek pengamatan.
2.    Data Sekunder
a.    Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data yang penyelidikannya ditujukan pada penguraian dan penjelesan melalui sumber-sumber berkas atau dokumen. Dari teknik ini diharapkan memperoleh data tentang jumlah pemakaian bahan baku, biaya persediaan bahan baku, pemakaian jenis bahan baku, waktu tunggu, persediaan pengamanan, dan pembelian bahan baku kembali.

3.5 Definisi Operasional Variabel
Setiap perusahaan, apalagi perusahaan industri memerlukan berbagai jenis barang untuk keperluan industrinya. Barang-barang ini dapat berbentuk bahan baku, bahan penolong, atau barang-barang lain yang digunakan untuk memelihara peralatan dan fasilitas, maupun yang digunakan untuk pelaksanaan operasinya. Dalam banyak hal, barang ini diperoleh dari tempat yang jauh, bahkan diimpor dari negara lain. Di samping itu, penggunaannya sering kali tidak teratur, baik frekuensi maupun jumlah dan jenisnya, sehingga sebelum digunakan perlu disimpan terlebih dahulu dalam gudang penyimpanan barang. Salah satu cara perhitungan yang digunakan dalam pengendalian persediaan adalah EOQ. Model EOQ mengandung pengertian bahwa pada waktu tercapai titik pemesanaan kembali, dilakukan pemesanan sebesar EOQ. Model EOQ adalah sebuah perhitungan dengan rumus mengenai berapa jumlah, atau frekuensi pemesanan, atau nilai pemesanan yang paling ekonomis. Dalam hampir semua situasi yang menyangkut pengelolaan persediaan barang jadi, model ini dapat dikatakan cocok untuk digunakan.
Pimpinan suatu organisasi, setiap hari berusaha mencari kesesuaian antara kekuatan-kekuatan internal perusahaan dan kekuatan-kekuatan eksternal (peluang dan ancaman) suatu pasar. Kegiatannya meliputi pengamatan secara hati-hati persaingan, peraturan, tingkat inflasi, siklus bisnis, keinginan dan harapan konsumen, serta faktor-faktor lain yang dapat mengidentifikasi peluang dan ancaman.

3.6 Metode Analisis Data
Tahap analisis data merupakan tahap yang sangat mempengaruhi berhasil tidaknya penelitian ini, karena kesalahan dalam tahap ini akan menyebabkan kesalahan dalam tahap-tahap berikutnya. Tahap analisis adalah satu kegiatan untuk menentukan klasifikasi data, analisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.    Mengumpulkan data yang berfungsi untuk memperoleh data yang diperlukan.
2.    Mengklasifikasikan atau mengelompokkan data sesuai dengan jenis dan fungsinya.
3.    Melakukan analisis data primer dan data sekunder.
Metode analisis data yang dipakai dalam menganalisis data yang telah dirumuskan diatas dengan menggunakan Metode Economic Order Quantity (EOQ) yang merupakan suatu model yang menyangkut pengadaan atau persediaan bahan baku pada suatu perusahaan, dan menggunakan Metode SWOT yang merupakan suatu model yang menyangkut analisis dari suatu obyek yang dapat dianalisis dengan faktor-faktor strategis kekuatan (Strengths), Kelemahan (Weaknesses), Peluang (Opportunities), dan Kelemahan (Threats).

3.6.1 Economic Order Quantity (EOQ)
Economic Order Quantity (EOQ) adalah kuantitas bahan yang dibeli setiap kali pembelian dengan biaya yang paling minimal. Konsep perhitungan atas dasar jumlah pemesanan ekonomis atau Economic Order Quantity (EOQ) ini didasarkan atas pemikiran yang cukup logis dan sederhana. Makin sering pengisian kembali persediaan itu dilakukan, persediaan rata-rata akan semakin kecil dan ini berakibat bahwa biaya dalam bentuk biaya penyediaan barang akan makin kecil juga. Tetapi di lain pihak, makin sering pengisian kembali persediaan itu dilakukan, maka biaya pemesanan akan semakin besar pula. Oleh karena itu dicari suatu keseimbangan yang paling ekonomis atau paling optimal dari dua hal yang saling bertentangan tersebut. Untuk mencari titik keseimbangan itulah maksud dari rumus EOQ tersebut.
Model ini mengidentifikasi kuantitas pemesanan atau pembelian optimal dengan tujuan meminimalkan biaya persediaan yang terdiri dari biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Handoko, mengemukakan bahwa metode EOQ (Economic Order Quantity) yaitu dengan adanya kebutuhan tetap, untuk mengetahui jumlah pembelian pesanan yang ekonomis.
Dalam meminimumkan biaya, diperlukan pengetahuan tentang jumlah pemesanan yang paling ekonomis. Dalam usaha menentukan jumlah pemesanan yang paling ekonomis tersebut, terdapat dua biaya utama yaitu biaya pemesanan (Ordering Cost) dan biaya penyimpanan (Carrying Cost) yang memiliki sifat berbanding terbalik. Apabila barang yang dipesan dalam jumlah yang banyak, biaya pemesanan sedikit namun akan terkendala pada biaya penyimpanan yang cenderung besar. Namun apabila frekuensi pemesanan sering dilakukan, maka biaya pemesanan akan tinggi walaupun bisa meminumkan biaya penyimpanan. Untuk itu diperlukan keseimbangan antara kedua biaya. Dengan kata lain, jumlah pemesanan yang paling ekonomis merupakan jumlah atau besarnya pesanan yang memiliki biaya pemesanan dan biaya penyimpanan  yang  minimum.  Metode  yang  dapat  digunakan  untuk    menentukan jumlah   pemesanan   yang   paling   ekonomis   adalah   dengan   menggunakan model Economic Order Quantity (EOQ).
Metode EOQ dapat digunakan apabila kebutuhan-kebutuhan permintaan pada masa yang akan datang memiliki jumlah yang konstan dan relatif memiliki fluktuasi perubahan yang sangat kecil. Apabila jumlah permintaan dan masa tenggang diketahui, maka dapat diasumsikan bahwa jumlah permintaan dan masa tenggang merupakan bilangan yang konstan dan diketahui. EOQ dihitung dengan menganalisis total biaya (TC). Total Biaya pada satu periode merupakan jumlah dari biaya pemesanan ditambah biaya penyimpanan selama periode tertentu.
Sukanto menyatakan bahwa kebijakan persediaan dapat menentukan jumlah pesanan  ekonomis  yang  bertalian  dengan  penentuan  berapa  banyak  dipesan dan titik pemesanan kembali yang bertalian dengan kapan mengadakan pesanan.
Model persediaan EOQ memakai asumsi-asumsi sebagai berikut:
1.    Hanya satu barang yang diperhitungkan.
2.    Kebutuhan permintaan setiap periode diketahui, relatif tetap dan terus menerus.
3.    Barang yang dipesan diasumsikan langsung dapat tersedia atau berlimpah.
4.    Waktu tenggang (Lead Time) bersifat konstan.
5.    Setiap pesanan diterima dalam sekali pengiriman dan langsung dapat digunakan.
6.    Tidak ada pesanan ulang (Back Order) karena kehabisan persediaan.
7.     Tidak ada quantity discount.

3.6.2 Frekuensi Pemesanan
Frekuensi pemesanan ialah banyaknya pemesanan yang dilakukan dalam satu periode tertentu dengan pertimbangan jumlah ekonomis setiap pemesanan yang dilakukan. Dimana banyaknya demand dalam satu periode dibagi dengan ukuran lot dari pada ekonomis pesanan  tersebut. Di dalam menjalankan aktivitasnya, perusahaan juga harus menentukan frekuensi pemesanan yang efektif karena jika terlalu sering melakukan pemesanan pasti akan menimbulkan banyak biaya operasional dalam pemesanan dan begitu juga jika frekuensi pemesanan dilakukan kadang-kadang/sewaktu bahan baku akan habis, maka yang akan terjadi pasti perusahaan akan kekurangan bahan baku dalam produksinya selama lead time menunggu kedatangan bahan baku dan bisa jadi juga produksi perusahaan akan berhenti.

3.6.3 Total Biaya Pemesanan
Biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan pengeluaran surat pesanan atau kontrak pembelian. Biaya pemesanan ini tidak tergantung dari jumlah barang yang dipesan, tetapi tergantung dari jumlah surat pesanan yang dikeluarkan. Dalam suatu perusahaan manufaktur, biaya pemesanan ini biasanya terdiri dari beberapa komponen, yaitu biaya pengawasan produksi, biaya penghentian dan pemasangan kembali, biaya kehilangan kapasitas, dan biaya pemrosesan surat pesanan.
1.    Biaya Pengawasan Produksi
Biaya tahunan pengawasan produksi tidak tergantung dari berapa jumlah barang yang dipesan, tetapi dari jumlah pesanan yang ditempatkan. Makin sedikit pengeluaran surat pesanan, makin kecil biaya ini.
2.    Biaya Penghentian dan Pengawasan Kembali
Setiap kali suatu pesanan ditempatkan dan barangnya datang, dilakukan langkah-langkah penyesuaian kembali lini produksi, sehingga biaya ini juga tergantung dari berapa kali pesanan ditempatkan.
3.    Biaya Kehilangan Kapasitas
Setiap suatu jumlah barang pesanan datang, perlu diadakan penyesuaian kembali ditempat kerja atau di ban berjalan. Ada beberapa waktu yang diperlukan sebelum produksi berjalan lagi. Ini merupakan kapasitas yang terbuang atau hilang dan diperhitungkan sebagai biaya.
4.    Biaya Pemrosesan Surat Pesanan
Ini menyangkut seluruh biaya yang dikeluarkan untuk mengeluarkan surat pesanan atau kontrak pembelian barang. Biaya ini menyangkut biaya tender, evaluasi surat pesanan, korespondensi, penyiapan surat pesanan, tindak lanjut, penerimaan barang, pembayaran, dan sebagainya.

3.6.4 Total Biaya Penyimpanan
Model ini adalah untuk mengetahui jumlah semua biaya penyimpanan. Biaya penyimpanan adalah biaya–biaya  yang  dikeluarkan  karena  perusahaan melakukan penyimpanan dalam persediaan bahan baku dalam jangka waktu tertentu. Disebut juga inventory carrying cost, atau holding cost, atau inventory holding cost, atau stock holding cost atau ada juga yang menyebutnya inventory hidden cost. Disebut hidden cost karena biaya ini memang nyata ada, tetapi terhitung dalam sistem pembukuan karena merupakan biaya atas kehilangan kesempatan (Opportunity Cost). Biaya ini meliputi seluruh biaya yang menyangkut penyimpanan barang ditempat penyimpanan akhir ditempat pembeli, maupun ditempat penyimpanan transit di perjalanan.

3.6.5 Total Biaya Persediaan
Model ini biaya total persediaan bahan baku meliputi  biaya penyimpanan dan biaya pemesanan. Untuk mengetahui total biaya persediaan bahan baku minimal   yang   diperlukan EOQ.  Hal  ini  dilakukan  untuk  penghematan biaya persediaan perusahaan.

3.6.6 Jumlah Permintaan Per Hari
Model ini adalah untuk mengetahui jumlah permintaan bahan baku per hari. Permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu. Singkatnya permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam periode tertentu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan:
1.    Harga barang itu sendiri. Jika harga suatu barang semakin murah, maka permintaan terhadap barang itu bertambah.
2.    Harga barang lain yang terkait berpengaruh apabila terdapat 2 barang yang saling terkait yang keterkaitannya dapat bersifat subtitusi (pengganti) dan bersifat komplemen (penggenap).
3.    Tingkat pendapatan perkapita dapat mencerminkan daya beli. Makin tinggi tingkat pendapatan, daya beli makin kuat, sehingga permintaan terhadap suatu barang meningkat.
4.    Selera atau kebiasaan. Tinggi rendahnya suatu permintaan ditentukan oleh selera atau kebiasaan dari pola hidup suatu masyarakat.
5.    Jumlah penduduk. Semakin banyak jumlah penduduk yang mempunyai selera atau kebiasaan akan kebutuhan barang tertentu, maka semakin besar permintaan terhadap barang tersebut.
6.    Perkiraan harga di masa mendatang. Bila kita memperkirakan bahwa harga suatu barang akan naik, adalah lebih baik membeli barang tersebut sekarang, sehingga mendorong orang untuk membeli lebih banyak saat ini guna menghemat belanja di masa depan.
7.    Distribusi pendapatan. Tingkat pendapatan perkapita bisa memberikan kesimpulan yang salah bila distribusi pendapatan buruk. Jika distribusi pendapatan buruk, berarti daya beli secara umum melemah, sehingga permintaan terhadap suatu barang menurun.
8.    Usaha-usaha produsen meningkatkan penjualan. Bujukan para penjual untuk membeli barang besar sekali peranannya dalam mempengaruhi masyarakat. Usaha-usaha promosi kepada pembeli sering mendorong orang untuk membeli banyak dari pada biasanya.

3.6.7 Jumlah Permintaan Selama Lead Time
Lead Time merupakan waktu perusahaan dalam menunggu bahan baku yang dipesan datang. Data yang digunakan untuk perhitungan lead time berdasarkan pengalaman perusahaan (Arthur et al). Tujuan dari menghitung jumlah permintaan selama lead time adalah untuk mengetahui apakah jumlah safety stock cukup digunakan untuk produksi selama menunggu kedatangan bahan baku yang dipesan oleh perusahaan kepada supplier. Perhitungan jumlah permintaan selama lead time rata-rata sudah diramalkan dan dari hasil peramalan tersebut jumlah safety stock diramalkan akan mencukupi kebutuhan selama lead time.

3.6.8 Reorder Point (ROP)
Reoder point adalah saat atau waktu tertentu perusahaan harus mengadakan pemesanan bahan dasar kembali, sehingga datangnya pesanan tersebut tepat dengan habisnya bahan dasar yang dibeli, khususnya dengan metode EOQ (Gitosudarmo).
Menurut Freddy Rangkuti, reorder point terjadi apabila jumlah persediaan yang terdapat di dalam stock berkurang terus. Dengan demikian kita harus menentukan berapa banyak batas minimal tingkat persediaan yang harus dipertimbangkan sehingga tidak terjadi kekurangan persediaan. Jumlah yang diharapkan tersebut dihitung selama masa tenggang. Selain itu dapat pula  ditambahkan dengan safety stock yang biasanya mengacu kepada probabilitas atau kemungkinan terjadinya kekurangan stock selama masa tenggang.
Faktor yang mempengaruhi pemesanan ulang (Reorder Point):
1.    Waktu yang diperlukan dari saat pemesanan sampai dengan barang datang di perusahaan (Lead Time).
2.    Tingkat pemakaian barang rata-rata/hari atau satuan waktu lainnya.
3.    Persediaan safety stock (jumlah persediaan barang yang minimum harus ada untuk menjaga kemungkinan keterlambatan datangnya barang yang dibeli agar perushaaan tidak mengalami stock out/gangguan kelancaran kegiatan produksi karena kehabisan barang.

3.6.9 Biaya Pembelian
Model ini adalah untuk mengetahui biaya pembelian bahan baku. Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang. Besarnya biaya pembelian ini tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan harga satuan barang. Pembelian adalah proses penemuan sumber dan pemesanan bahan, jasa, dan perlengkapan. Kegiatan tersebut terkadang disebut Pengadaan barang. Tujuan utamanya adalah memperoleh bahan dengan biaya serendah mungkin yang konsisten dengan kualitas dan jasa yang dipersyaratkan. Terlepas dari memastikan bahwa perusahaan mempunyai persediaan bahan tanpa henti, adalah fungsi dari pembelian untuk memastikan bahwa ada keseimbangan antara persediaan bahan dengan tingkat inventaris sehingga  perusahaan dapat mempertahankan posisi labanya sepanjang            menyangkut    biaya anda. Menurut Sofian Assauri Pembelian merupakan salah satu fungsi yang penting dalam berhasilnya operasi suatu perusahaan. Fungsi ini dibebani tanggung jawab untuk mendapatkan kuantitas dan kualitas bahan-bahan yang tersedia pada waktu dibutuhkan dengan harga yang sesuai dengan harga yang berlaku. Pengawasan perlu dilakukan terhadap pelaksanaan fungsi ini, karena pembelian menyangkut investasi dana dalam persediaan dan kelancaran arus bahan ke dalam pabrik.
Sedangkan menurut Mulyadi aktivitas dalam proses pembelian barang adalah:
1.    Permintaan pembelian.
2.    Pemilihan pemasok.
3.    Penempatan order pembelian.
4.    Penerimaan barang.
5.    Pencatatan transaksi pembelian.
Permintaan pembelian adalah contoh suatu aktivitas yang merupakan satuan pekerjaan yang ditujukan untuk memicu bagian pembelian melakukan pengadaan barang sesuai dengan spesifikasi dan jadwal sebagaimana yang dibutuhkan oleh pemakai barang. Penerimaan barang adalah contoh aktivitas tentang penerimaan kiriman dari pemasok sebagai akibat adanya order pembelian yang dibuat oleh bagian pembelian.

3.6.10 Maksimum Stock
Persediaan maksimum diperlukan oleh perusahaan agar kuantitas persediaan yang ada di gudang tidak berlebihan sehingga tidak terjadi pemborosan modal kerja (Rumincap). Persediaan maksimum yaitu jumlah maksimum yang diperbolehkan disimpan dalam persediaan. Dengan adanya persediaan maksimum akan membantu perusahaan dalam pengendalian persediaan karena setiap akan melakukan pemebelian persediaan ada batasan maksimum persediaannya. Persediaan maksimum juga membantu perusahaan dalam hal kapasitas tempat untuk persediaan bahan baku/barang. Persediaan maksimum juga mempermudah jadwal pembelian bahan baku dan kedatangan bahan baku.

3.6.11 Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strenghts), ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikianlah, perencanaan strategis (Strategic Planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (Kekuatan, Kelemahan, Peluang, Ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisi Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT. Setiap perusahaan yang melakukan analisis SWOT harus melakukan:
1.    Mendefinisikan bisnisnya.
2.    Mereka harus mengidentifikasi peluang dan ancaman.
3.    Menentukan faktor-faktor keberhasilan usaha.
4.    Orientasi ke depan dan menilai kemampuan serta tingkat persaingan yang ada.
Lingkungan bisnis yang mempengaruhi berasal dari lingkungan eksternal dan internal. Lingkungan eksternal dapat dianalisis menjadi peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats), sedangkan internal dapat dianalisis menjadi kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weaknesses). Fokus pertama analisis SWOT didefinisikan sebagai berikut:
1.    Peluang (Opportunities)
Suatu peluang merupakan situasi utama yang menguntungkan lingkungan perusahaan. Kecenderungan-kecenderungan utama adalah salah satu dari peluang. Identifikasi dari segmen pasar yang sebelumnya terlewatkan, perubahan-perubahan dalam keadaan bersaing atau peraturan, perubahan teknologi, dan pasar hubungan pembeli dan pemasok yang diperbaiki dapat menentukan peluang  bagi perusahaan.
2.    Ancaman (Threats)
Suatu ancaman adalah situasi utama yang tidak menguntungkan dalam lingkungan suatu perusahaan. Ancaman adalah rintangan-rintangan utama bagi posisi sekarang yang diinginkan oleh perusahaan. Masuknya peluang baru, pertumbuhan pasar yang lambat, daya tawar pembeli, pemasok utama yang meningkat, perubahan teknologi dan peraturan yang baru atau direvisi dapat merupakan ancaman bagi suatu perusahaan.
Memahami peluang dan ancaman penting yang dihadapi suatu perusahaan membantu manajer mengidentifikasi pilihan yang realitas untuk memilih suatu strategi yang tepat dan dapat menjernihkan celah yang paling efektif bagi perusahaan. Fokus kedua analisis SWOT didefinisikan sebagai berikut:
1.    Kekuatan (Strengths)
Kekuatan merupakan sumber daya, keterampilan atau keunggulan lain yang relatif terhadap pesaing dan kebutuhan dari pasar suatu perusahaan untuk melayani atau hendaknya dilayani. Kekuatan merupakan suatu kompetisi yang memberi suatu keunggulan komparatif dalam pasar. Kekuatan berkaitan dengan sumber daya keuangan, citra, kepemimpinan pasar, hubungan dengan pemasok dan faktor-faktor lainnya.
2.    Kelemahan (Weaknesses)
Kelemahan merupakan keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, ketrampilan dan kemampuan yang secara serius menghalangi kinerja efektif suatu perusahaan. Secara keseluruhan analisis SWOT menekankan bahwa pentingnya identitas kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dapat membantu perumusan strategi yang aman, namun tidak dapat menjelaskan bagaimana cara manajemen mengadakan identifikasi kekuatan dan kelemahan internal.

3.7 Flowchart Penelitian
Menurut James A. Hall yang diterjemahkan oleh Amir Abadi Yusuf dalam buku yang berjudul Sistem Informasi Akuntansi menyatakan definisi Flowchart bahwa: “Flowchart adalah representasi grafik dari sebuah sistem yang menjelaskan relasi fisik diantara entitas-entitas kuncinya”.
Menurut Krismiaji dalam buku yang berjudul Sistem Informasi Akuntansi mengatakan definisi Flowchart bahwa: “Bagian alir (Flowchart) merupakan teknik analitas yang digunakan untuk menjelaskan aspek-aspek sistem informasi secara jelas, tepat dan logis”.
Jadi kesimpulannya, Flowchart atau diagram alir merupakan sebuah diagram dengan simbol-simbol grafis yang menyatakan aliran algoritma atau proses yang menampilkan langkah-langkah yang disimbolkan dalam bentuk kotak, beserta urutannya dengan menghubungkan masing-masing langkah tersebut menggunakan tanda panah. Berikut ini beberapa petunjuk yang harus diperhatikan, seperti:
1.        Flowchart digambarkan dari halaman atas ke bawah dan dari kiri ke kanan.
2.        Aktivitas yang digunakan harus didefinisikan secara hati-hati dan definisi ini harus dapat di mengerti oleh pembacanya.
3.        Kapan aktivitas dimulai dan berakhir harus ditentukan secara jelas.
4.        Setiap langkah dari aktivitas harus diuraikan dengan menggunakan deskripsi kata.
5.        Setiap langkah dari aktivitas harus berada pada urutan yang benar.
6.        Lingkup dan range dari aktivitas yang sedang digambarkan harus ditelusuri dengan hati-hati.
7.        Menggunakan simbol-simbol flowchart yang standar.
Adapun diagram alur proses penelitian ini ditunjukan pada Gambar 3.1.













 

















Gambar 3.1 Flowchart Penelitian
(Sumber: Pengolahan Sendiri dari Berbagai Sumber)
 





                                                                           












Gambar 3.1 Flowchart Penelitian (Lanjutan)
(Sumber: Pengolahan Sendiri dari Berbagai Sumber)

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan
CV. Indra Cipta Sarana, didirikan pada tanggal 1 November 1990. Seiring waktu terus, banyak pelanggan CV. Indra Cipta Sarana meminta CV. Indra Cipta Sarana untuk memiliki PT bukannya CV. Jadi kita membuat perusahaan baru dengan nama baru PT. Indra Cipta Sentosa Lestari pada 13 Agustus 1993. Perusahaan ini bergerak dibidang manufaktur panel listrik. Panel listrik adalah suatu susunan peralatan listrik/komponen listrik yang dirangkai atau disusun sedemikian rupa didalam suatu papan control (board) sehingga saling berkaitan dan membentuk fungsi sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan. Semua jenis panel listrik di produksi di perusahaan ini, contohnya:
1. Main Distribution Board
2. Motor Control Center
3. Medium Electrical Switchboard
4. Low Voltage Switchboard
5. Sub Distribution Board (SDB)
6. Automatic Main Failure
7. Synchrone General Panel
8. dll.
Divisi Teknik PT. Indra Cipta Sentosa Lestari didukung oleh para insinyur lulusan yang ahli dalam disiplin mereka, dan siap untuk memberikan klien saran dan bantuan proyek, produk, penelitian dan perkiraan yang berharga.
PT. Indra Cipta Sentosa Lestari selalu menjaga kepercayaan dan kepuasan dari pelanggan PT. Indra Cipta Sentosa Lestari dengan memberikan pertunjukan dan layanan yang terbaik untuk mereka, sehingga untuk proyek masa depan mereka akan selalu ingat PT. Indra Cipta Sentosa Lestari.
Moto PT. Indra Cipta Sentosa Lestari adalah memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan kami untuk mendapatkan mereka percaya dan kepuasan.

4.1.2 Lokasi Perusahaan
PT. Indra Cipta Sentosa Lestari beralamatkan di Kawasan Pergudangan Industri Arcadia Blok G7 No. 7-8, Jl. Daan Mogot Km. 21 Batu Ceper, Tangerang, Provinsi Banten. PT. Indra Cipta Sentosa Lestari sudah menggunakan teknologi modern dalam hal memproduksi.

4.1.3 Struktur Organisasi Perusahaan
Setiap perusahaan memiliki struktur organisasi. Struktur organisasi bertujuan untuk menjelaskan dimana dan bagaimana kedudukan seseorang dan tugas-tugas yang harus dijalankan secara bertanggung jawab. Struktur organisasi harus jelas dan sistematis karena hal ini merupakan salah satu persyaratan yang mendukung terciptanya suatu pengendalian internal yang baik sehingga kesalahan dan kecurangan yang mungkin terjadi dapat ditemukan pada tahap dini dan dapat ditanggulangi. Pengendalian internal yang baik didasari juga dari kedudukan yang paling atas pada struktur organisasi tersebut. Karena rata-rata perusahaan yang baik dalam pengendalian internalnya bisa dilihat dari kedudukan seseorang yang paling atas yaitu pimpinan dalam menjalankan tugas-tugas dan tanggung jawabnya. Jika seorang pemimpin bisa menjalankan tugas-tugas dan tanggung jawabnya maka bawahan pun rata-rata akan mengikuti alur dari pimpinan tersebut karena pemimpin memberikan contoh yang baik dalam menjalankan tugas-tugas dang tanggung jawabnya. Struktur organisasi memberikan kemudahan dan kejelasan seseorang dalam menjalankan tugas-tugas dan tanggung jawabnya sesuai dimana seseorang tersebut ditempatkan pada struktur organisasi tersebut. Berikut ini adalah struktur organisasi PT. Indra Cipta Sentosa Lestari seperti Gambar 4.1.



Gambar 4.1 Struktur Organisasi Inti PT. Indra Cipta Sentosa Lestari
(Sumber : PT. Indra Cipta Sentosa Lestari)

4.2 Pembahasan
4.2.1 Perencanaan Kebutuhan Material di PT. Indra Cipta Sentosa Lestari
Pada perencanaan ini akan dijelaskan tentang bagaimana PT. Indra Cipta Sentosa Lestari dalam merencanakan kebutuhan material dari sebelum proses produksi dimulai dan pada saat proses produksi akan dimulai dengan menggunakan material yang telah di tentukan untuk proses produksi dalam membuat produk di PT. Indra Cipta Sentosa Lestari. Pada Tabel 4.1 berikut ini merupakan proses perencanaan kebutuhan material pada PT. Indra Cipta Sentosa Lestari.
Tabel 4.1 Perencanaan Kebutuhan Material di PT. Indra Cipta Sentosa Lestari
Proses
Perencanaan
Penawaran Harga Produk oleh Sales kepada Customer
Sales menawarkan harga jual produk kepada customer, harga material di hitung oleh estimator sesuai produk yang diinginkan oleh customer dan juga melampirkan gambar produk yang telah di disain oleh engineering sesuai permintaan customer.
Penerimaan Pesanan dari Customer
Penerimaan pesanan diterima dari customer dan sering sales kurang mengetahui spesifikasi produk yang dipesan dengan jelas.
Membuat Perintah Pengerjaan dari Sales dan Peramalan Kebutuhan
Produk oleh Estimator
Sales membuat perintah pengerjaan yang diberikan oleh manajer manufaktur dan melampirkan bill of materials (BOM) dari estimator yang terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan produk dalam gambar dan estimator hanya material kelistrikan, itu juga tidak semua terinci karena sebagian masih dilakukan peramalan oleh PPIC.
Manajer Manufaktur Menerima Perintah Pengerjaan dari Sales
Sales memberikan lampiran perintah pengerjaan dan juga lampiran BOM kepada manajer manufaktur dan setelah itu manajer memberikannya kepada PPIC
Perencanaan dan
Penjadualan Produksi
Perencanaan dan penjadualan produksi terkadang dilakukan bersamaan dengan kegiatan produksi dikarenakan kondisi pesanan dibutuhkan cepat/urgent dan biasanya produk sudah pernah dibuat dengan tipe sama/typical, PPIC juga meramalkan material yang akan digunakan untuk bagian produksi yang sebagian tidak diramalkan oleh bagian estimator.
Penerimaan Permintaan Material dari PPIC kepada Gudang
PPIC memberikan permintaan material kepada gudang berdasarkan peramalan yang dilakukan PPIC, dan setelah itu gudang mengecek kebutuhan material pada permintaan tersebut di kartu stock, apabila persediaan material tidak ada atau kurang dari minimum stock dilakukan pemesanan bahan baku oleh gudang.
Pemesanan Bahan Baku
Bagian pembelian menerima permintaan stock pembelian material dari gudang dan setelah itu dilakukan pemesanan oleh bagian pembelian. Pemesanan bahan baku sering tidak sesuai kebutuhan produk dan waktu kedatangannya terkadang sering terlambat karena faktor SDM dan penjual material.
Penerimaan Barang
Penerimaan barang sering tidak melalui pengecekan quality control dan terkadang jenis barang yang dipesan tidak sesuai dengan permintaan
barang/langsung diterima saja.
(Sumber: Pengolahan Sendiri dari Berbagai Sumber)



Tabel 4.1 Perencanaan Kebutuhan Material di PT. Indra Cipta Sentosa Lestari (Lanjutan)
Proses
Perencanaan
Proses Produksi
Bagian produksi meminta material untuk produksi kepada bagian gudang dengan menggunakan lampiran pengambilan barang dari gudang sesuai permintaan yang telah dibuat oleh PPIC dan estimator.
(Sumber: Pengolahan Sendiri dari Berbagai Sumber)

4.2.2 Pemilihan Material Menggunakan Metode ABC
Penulis menganalisa data bahan baku berdasarkan penggunaan bahan baku yang jumlah pemakaiannya paling banyak. Oleh karena itu penulis menggunakan metode ABC untuk mendapatkan bahan baku yang jumlahnya paling banyak digunakan di PT. Indra Cipta Sentosa Lestari. Berikut adalah data bahan baku yang diklasifikasikan dengan metode ABC seperti Tabel 4.2 sampai dengan Tabel 4.5.
Tabel 4.2 Data Penggunaan Serta Harga Bahan Baku PT. Indra Cipta Sentosa Lestari Tahun 2015
No. Bahan Baku
Bahan Baku
Harga Per Satuan
(Rp)
Jumlah Penggunaan Satuan (pieces)
1
Plat Besi 2.0 mm
308.321
1700
2
Plat Besi 1.0 mm
194.546
70
3
Plat Besi 1.2 mm
198.575
450
4
Besi Siku
50x5x6000 mm
102.416
148
5
Besi Siku
40x5x6000 mm
70.545
285
6
Besi UNP
100x50x5x6000 mm
295.750
98
7
Besi UNP
50x50x5x6000 mm
133.750
10
8
Besi UNP
80x50x5x6000 mm
193.750
370
9
Batu Gerinda
Potong 3.0mm x
14 inchi
33.750
121
10
Batu Gerinda
Resibon 4 inchi
12.714
190
Total
1.544.117
3442
(Sumber: PT. Indra Cipta Sentosa Lestari)


Berdasarkan data pada Tabel 4.2 maka dilakukan perhitungan untuk menentukan kelas pada bahan baku. Perhitungannya adalah sebagai berikut ini:
1.    Perhitungan ∑ nilai diperoleh dengan perhtiungan berikut ini:
∑ Nilai Bahan Baku  = Harga Per Satuan x Jumlah Penggunaan Satuan
a.    ∑ Nilai Bahan Baku 1 = Harga Per Satuan Bahan Baku 1 x Jumlah                                                              Penggunaan Satuan Bahan Baku 1
 = Rp 308.321 x 1700
 = Rp 524.145.214
2.    Persen (%) dari ∑ nilai diperoleh dengan perhitungan berikut ini:
a.   
  
3.    Persen (%) dari bahan baku diperoleh dari perhitungan berikut ini:
a.   
4.    Persen (%) Kumulatif diperoleh dari perhitungan berikut ini:
Persen (%) Kumulatif Bahan Baku 3 = Persen (%) Kumulatif Bahan Baku 1                                                                    + Persen (%) Dari Total Bahan Baku 3
   = 49.39 % + 13.07
   = 62.46 %
Dari perhitungan diatas, maka diperoleh data pemilihan bahan baku sesuai kelas dari yang terbesar sampai terkecil dapat dilihat seperti Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Data Bahan Baku PT. Indra Cipta Sentosa Lestari Tahun 2015
dengan Perhitungan Metode ABC
Nomor
Bahan
Baku
Nilai Bahan Baku
(Rp)
%
Dari Nilai
% dari Bahan
Baku
%
Kumulatif
Kelas
1
524.145.214
67,99
49,39
49,39
A
3
89.358.900
11,59
13,07
62,46
 (Sumber: Pengambilan Data PT. Indra Cipta Sentosa Lestari yang diolah)


Tabel 4.3 Data Bahan Baku PT. Indra Cipta Sentosa Lestari Tahun 2015
dengan Perhitungan Metode ABC (Lanjutan)
Nomor
Bahan
Baku
Nilai Bahan Baku
(Rp)
%
Dari Nilai
% dari Bahan
Baku
%
Kumulatif
Kelas
8
71.687.500
9,30
10,75
73,21
A
6
28.983.500
3,76
2,85
76,06
5
20.105.325
2,61
8,28
84,34
B
4
15.157.568
1,97
4,30
88,64
2
13.618.185
1,77
2,03
90,67
9
4.083.750
0,53
3,52
94,19
10
2.415.660
0,31
5,52
99,17
C
7
1.337.500
0,17
0,29
100
Total
770.893.102
100
100


 (Sumber: Pengambilan Data PT. Indra Cipta Sentosa Lestari yang diolah)

Berdasarkan Tabel 4.3 maka dilakukan pengelompokan bahan baku sesuai kelas dari bahan baku. Adapun penjelasan dari data pengelompokan bahan baku PT. Indra Cipta Sentosa Lestari berikut ini:
1.    Kelas A, B, dan C diperoleh berdasarkan pengelompokan data bahan baku.
2.    Nomor bahan baku diperoleh berdasarkan data bahan baku yang terbesar nilai total sampai yang terkecil.
3.    persen (%) dari ∑ nilai kelas A diperoleh dari perhitungan berikut ini:
Persen (%) Dari Nilai A = (%) Dari Nilai 1 + (%) Dari Nilai 3 + (%) Dari Nilai 8 + (%) Dari Nilai 6
 = 67.99 % + 11.59 % + 9.30 % + 3.76 %
 = 92.64 %
4.    persen (%) dari nilai bahan baku kelas A diperoleh dari perhitungan berikut ini:
Persen (%) Dari Nilai Bahan Baku A
= (%) Dari Bahan Baku 1 + (%) Dari Bahan Baku 3 + (%) Dari Bahan Baku 8 + (%) Dari Bahan Baku 6
= 49.39 % + 13.07 % + 10.75 % + 2.85
= 76.06 %
Dari perhitungan diatas, maka diperoleh data pengelompokan bahan baku di PT. Indra Cipta Sentosa Lestari seperti Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Data Pengelompokan Bahan Baku PT. Indra Cipta Sentosa Lestari Tahun 2015 Berdasarkan Kelas Masing-masing
Kelas
Nomor Bahan
Baku
% dari
Nilai
% dari
Bahan Baku
A
1,3,8,6
92.64
76.06
B
5,4,2,9
6.87
18.13
C
10,7
0.49
5.81
(Sumber: Pengambilan Data PT. Indra Cipta Sentosa Lestari yang diolah)

Berdasarkan dari perhitungan metode ABC, maka diketahui bahwa bahan baku yang paling banyak digunakan atau jumlah pemakaiannya paling banyak adalah plat besi 2.0 mm. Oleh karena itu bahan baku yang akan penulis analisa di PT. Indra Cipta Sentosa Lestari adalah plat besi 2.0 mm.
Berikut adalah data-data plat besi 2.0 mm yang diperoleh dari PT. Indra Cipta Sentosa Lestari untuk dilakukan analisis perencanaan kebutuhan material dengan menggunakan Metode Economic Order Quantity seperti pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Data Pemesanan Bahan Baku Plat Besi 2.0 mm Tahun 2015
No
Bulan
Jumlah Pemesanan
(lembar)
1
Januari 2015
100
2
Februari 2015
200
3
Maret 2015
100
4
April 2015
150
5
Mei 2015
150
6
Juni 2015
150
7
Juli 2015
100
8
Agustus 2015
150
9
September 2015
100
10
Oktober 2015
200
11
November 2015
150
12
Desember 2015
150
Total
1700
(Sumber: PT. Indra Cipta Sentosa Lestari)

4.2.3 Perhitungan Material dengan Kebijakan Perusahaan
Kebutuhan bahan baku plat besi 2.0 mm tahun 2015 sebanyak 1700 lembar. Frekuensi pemesanan selama tahun 2015 sebanyak 12 kali, Jadi jumlah pembelian rata-rata per bulan plat besi 2.0 mm selama setahun adalah:
Adapun biaya pemesanan bahan baku yang dilakukan bagian pembelian selama tahun 2015 yang harus ditanggung PT. Indra Cipta Sentosa Lestari adalah seperti pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Data Biaya Pemesanan Selama Tahun 2015
No
Biaya
Jumlah Biaya (Rp)
1
Biaya Telepon
3.214.076
2
Biaya Administrasi
24.750.000
Total
27.964.076
(Sumber: PT. Indra Cipta Sentosa Lestari)

Total biaya pemesanan selama tahun 2015 adalah Rp 27.964.076. Frekuensi pemesanan selama  tahun 2015 sebanyak 12 kali, Jadi jumlah biaya pemesanan rata-rata per bulan plat besi 2.0 mm adalah:
Adapun biaya penyimpanan bahan baku dalam gudang selama tahun 2015 yang harus ditanggung oleh PT. Indra Cipta Sentosa Lestari seperti pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Data Biaya Penyimpanan Bahan Baku Tahun 2015
No
Biaya
Jumlah Biaya (Rp)
1
Biaya Gudang
46.750.000
2
Biaya Listrik Gudang
1.865.600
Total
48.615.600
(Sumber: PT. Indra Cipta Sentosa Lestari)
Total biaya penyimpanan selama tahun 2015 adalah Rp 48.615.600. Jumlah kebutuhan plat besi 2.0 mm adalah 1700 lembar. Jadi jumlah biaya penyimpanan rata-rata per bulan plat besi 2.0 mm selama setahun adalah:
Adapun total biaya persediaan bahan baku dalam gudang selama tahun 2015 yang harus ditanggung oleh PT. Indra Cipta Sentosa Lestari seperti pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Total Biaya Persediaan Bahan Baku Tahun 2015
No
Biaya
Jumlah Biaya (Rp)
1
Total Biaya Pemesanan
27.964.076
2
Total Biaya Penyimpanan
48.615.600
Total
76.579.676
(Sumber: PT. Indra Cipta Sentosa Lestari)
Jadi total biaya persediaan bahan baku yang harus ditanggung PT. Indra Cipta Sentosa Lestari selama tahun 2015 adalah Rp 76.579.676. Adapun jumlah safety stock (SS) atau persediaan pengaman sesuai kebijakan perusahaan oleh PT. Indra Cipta Sentosa Lestari untuk plat besi 2.0 mm adalah 100 lembar. Jadi jika plat besi 2.0 mm stock sudah mencapai 100 lembar maka dilakukan reorder point oleh PT. Indra Cipta Sentosa Lestari. Diketahui dari PT. Indra Cipta Sentosa Lestari bahwa selisih waktu antara pemesanan dengan penerimaan bahan baku (Lead Time) adalah 3 hari, harga plat besi 2.0 mm per lembar adalah Rp 308.321, asumsi jumlah hari kerja dalam satu tahun adalah 264 hari, dan jumlah penggunaan bahan baku selama tahun 2015 adalah 1700 lembar. Maka rata-rata penggunaan bahan baku adalah sebagai berikut:

4.2.4 Perhitungan Material dengan Metode EOQ
Berdasarkan hasil data yang diperoleh pada PT Indra Cipta Sentosa Lestari, maka penulis akan menganalisa persediaan plat besi 2.0 mm dengan menggunakan Metode Economic Order Quantity (EOQ) yang analisanya adalah sebagai berikut:
Dimana:
EOQ    = Total pemesanan bahan baku yang optimal.
TOC    = Total biaya pemesanan.
TCC    = Total biaya penyimpanan.
TIC      = Total biaya persediaan.
SS        = Safety stock.
T          = Waktu pemesanan.
L          = Lead time.
F          = Frekuensi pemesanan.
D         = Jumlah permintaan selama 1 periode/tahun.
S          = Biaya setiap melakukan pemesanan.
H         = Biaya penyimpanan
P          = Harga plat besi per lembar
d          = Jumlah permintaan per hari
Perhitungan dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) adalah seperti berikut:
1. 
2.  Frekuensi Pemesanan
3.  Total Biaya Pemesanan
4.  Total Biaya Penyimpanan
5.  Total Biaya Persediaan
6.  Jumlah Permintaan Per Hari (d)
7.  Jumlah Permintaan Selama Lead Time
8.  Reorder Point (ROP)
9.  Biaya Pembelian Plat Besi 2.0 mm Selama Satu Tahun    
10. Maksimum Stock


4.2.5        Perbandingan Persediaan antara Kebijakan Perusahaan dengan Metode EOQ (Economic Order Quantity)

Perbandingan persediaan plat besi 2.0 mm antara kebijakan perusahaan dengan menggunakan Metode EOQ. Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, maka dapat dilihat perbandingan persediaan plat besi 2.0 mm antara sebelum dan sesudah menggunakan Metode EOQ. Selisih pada perbandingan perhitungan ini diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
Selisih = Kebijakan Perusahaan – Metode EOQ
 
 


Berdasarkan perhitungan dari kebijakan perusahaan dan metode EOQ, maka diperoleh selisih pada persediaan plat 2.0 mm. Perhitungan selisih adalah sebagai berikut:
1.    Selisih pada jumlah pemesanan diperoleh dari perhitungan berikut ini:
Selisih Jumlah Pemesanan = Jumlah Pemesanan Kebijakan Perusahaan – Jumlah Pemesanan Metode EOQ
= 142 – 527
= -385
2.    Selisih pada frekuensi pemesanan diperoleh dari perhitungan berikut ini:
Selisih Frekuensi Pemesanan = Frekuensi Pemesanan Kebijakan Perusahaan – Frekuensi Pemesanan Metode EOQ
 = 12 – 4
 = 8
3.    Selisih pada total biaya pemesanan diperoleh dari perhitungan berikut ini:
Selisih Total Biaya Pemesanan = Total Biaya Pemesanan Kebijakan Perusahaan – Total Biaya Pemesanan Metode EOQ
= Rp 27.964.076 – Rp 7.503.694,8
= Rp 20.460.381,2
4.    Selisih pada total biaya penyimpanan diperoleh dari perhitungan berikut ini:
Selisih Total Biaya Penyimpanan = Total Biaya Penyimpanan Kebijakan Perusahaan – Total Biaya Penyimpanan Metode EOQ
 = Rp 48.615.600 - Rp 7.535.309,5
 = Rp 41.080.290,5
5.    Selisih pada total biaya persediaan diperoleh dari perhitungan berikut ini:
Selisih Total Biaya Persediaan = Total Biaya Persediaan Kebijakan Perusahaan – Total Biaya Persediaan Metode EOQ
 = Rp 76.579.676 - Rp 15.039.004,3
 = Rp 61.540.671,7
6.    Selisih pada reorder point diperoleh dari perhitungan berikut ini:
Selisih Reorder Point = Jumlah Reorder Point Kebijakan Perusahaan – Jumlah Reorder Point Metode EOQ
= 100 – 121
= -21
Dari perhitungan diatas, maka dapat dilihat perbandingan plat besi 2.0 mm pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Perbandingan Persediaan Plat Besi 2.0 mm antara Kebijakan Perusahaan dengan Metode EOQ
No
Keterangan
Kebijakan
Perusahaan
Metode
EOQ
Selisih
1
Jumlah Pemesanan
142
527
-385
2
Frekuensi Pemesanan
12
4
8
3
Total Biaya Pemesanan
Rp 27.964.076
Rp 7.503.694,8
Rp 20.460.381,2
4
Total Biaya Penyimpanan
Rp 48.615.600
Rp 7.535.309,5
Rp 41.080.290,5
5
Total Biaya Persediaan
Rp 76.579.676
Rp 15.039.004,3
Rp 61.540.671,7
6
Reorder Point
100
121
-21
7
Maksimum Stock
-
627
627
(Sumber: Pengolahan Sendiri dari Berbagai Sumber)

Adapun penjelasan dari hasil perbandingan antara kebijakan perusahaan dengan Metode EOQ sebagai berikut ini:
1.    Jumlah pemesanan dan frekuensi pemesanan pada perhitungan kebijakan perusahaan diperoleh pada halaman 46.
2.    Total biaya pemesanan, total biaya penyimpanan, dan total biaya persediaan pada perhitungan kebijakan perusahaan diperoleh pada halaman 47 dan 48.
3.    Jumlah pemesanan, frekuensi pemesanan, total biaya pemesanan, total biaya penyimpanan, total biaya persediaan, reorder point, dan maksimum stock pada perhitungan Metode EOQ diperoleh pada halaman 49.
Setelah penulis melakukan perhitungan, maka dapat diketahui perbedaan antara kebijakan perusahaan dengan metode EOQ adalah sebagai berikut:
1.    Jumlah pemesanan plat 2.0 mm dengan metode EOQ lebih efisien dengan jumlah 527 lembar sedangkan menggunakan kebijakan perusahaan jumlahnya 142 lembar.
2.    Frekuensi pemesanan dengan menggunakan metode EOQ lebih efektif yaitu 4 kali, sedangkan menggunakan kebijakan perusahaan yaitu 12 kali.
3.    Total biaya persediaan selama tahun 2015 dengan menggunakan metode EOQ lebih minimum yaitu Rp 15.039.004,3 sedangkan menggunakan kebijakan perusahaan lebih besar yaitu Rp 76.579.676.
4.    Jumlah reorder point dengan menggunakan metode EOQ adalah 121, sedangkan menggunakan kebijakan perusahaan jumlahnya 100.
5.    Jumlah maksimum stock dengan menggunakan metode EOQ adalah 627, sedangkan menggunakan kebijakan perusahaan tidak dapat diketahui.

4.2.6 Analisis SWOT Kebijakan Perusahaan
Berdasarkan perhitungan menurut kebijakan perusahaan, maka penulis akan menganalisis SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities, Threats) pada perhitungan tersebut. Dan berikut adalah eksternal matrix SWOT yang ditunjukkan pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Matriks Faktor Strategis Eksternal (EFE) Perhitungan Material
dengan Kebijakan Perusahaan
Opportunities
No.
Uraian
Point
Skala
Bobot
(b)
Rating
(r)
Nilai Skor
(b x r)
1.
Adanya perhitungan reorder point (O1).
4
0.138
3
0.414
2.
Adanya perhitungan maksmimum stock (O2).
4
0.138
3
0.414
 (Sumber: Pengolahan Sendiri dari Berbagai Sumber)
Tabel 4.10 Matriks Faktor Strategis Eksternal (EFE) Perhitungan Material
dengan Kebijakan Perusahaan (Lanjutan)
Opportunities
No.
Uraian
Point
Skala
Bobot
(b)
Rating
(r)
Nilai Skor
(b x r)
3.
Komunikasi dengan supplier akan  lebih baik karena banyaknya frekuensi pemesanan (O3).
2
0.069
2
0.138
4.
Adanya penambahan alat angkut material (O4).
3
0.103
2
0.207
5.
Adanya penambahan SDM di gudang (O5).
3
0.103
2
0.207
Total Opportunities
16
0.552

1.379
Threats

No.
Uraian
Point
Skala
Bobot
(b)
Rating
(r)
Nilai Skor
(b x r)
1.
Harga material tidak selalu stabil setiap bulan akan mempengaruhi harga jual produk (T1).
3
0.103
2
0.207
2.
Banyaknya frekuensi pemesanan menambah biaya pemesanan (T2).
3
0.103
2
0.207
3.
Dengan asumsi 100 lembar safety stock, jika ada penawaran order urgent dan banyak, akan terjadi keraguan penggunaan material dan pengambilan order karena akan cukup atau tidak (T3).
2
0.069
3
0.207
4.
Frekuensi pemesanan banyak, supplier akan datang sesuai pemesanan dan akan menambah pekerjaan gudang (T4).
2
0.069
2
0.138
5.
Biaya penyimpanan akan bertambah (T5).
3
0.103
2
0.207
Total Threats
13
0.448

0.966
Total Opportunities + Threats
29
1.00

2.345
 (Sumber: Pengolahan Sendiri dari Berbagai Sumber)

Adapun penjelasan dari perhitungan dari matriks opportunities dan  matriks threats sebagai berikut ini:
1.    Perhitungan point skala dari matriks opportunities dan matriks threats didapat berdasarkan tingkat kepentingan atau urgensi penanganan dengan skala 1 sampai 5. Skala 1 yaitu sangat tidak penting, skala 2 yaitu tidak penting, skala 3 yaitu normal, skala 4 yaitu penting, dan skala 5 yaitu sangat penting.
2.    Perhitungan rating dari matriks opportunities didapat berdasarkan nilai 1 sampai 4. Nilai 1 kalau kemungkinan indikator tersebut peluangnya semakin menurun dibandingkan pesaing utama, nilai 2 kalau indikator itu peluangnya sama dengan pesaing utama, nilai 3 kalau indikator tersebut peluangnya lebih baik dari pesaing utama, nilai 4 kalau indikator tersebut peluangnya sangat baik dari pesaing utama.
3.    Perhitungan rating dari matriks threats didapat berdasarkan nilai 1 sampai 4. Nilai 1 kalau indikator tersebut semakin banyak ancamannya dibandingkan pesaing utama, nilai 2 kalau indikator tersebut ancamannya lebih dari pesaing utama, nilai 3  kalau indikator tersebut ancamannya sama dengan pesaing utama, nilai 4 kalau indikator tersebut semakin menurun ancamannya.
4.    Perhitungan total point skala matriks opportunities didapat dari hasil berikut ini:
Total Point Skala Opportunities = Point Skala Indikator 1 + Point Skala Indikator 2 + Point Skala Indikator 3 + Point Skala Indikator 4 + Point Skala Indikator 5
= 4 + 4 + 2 + 3 + 3
= 16
5.    Perhitungan total point skala matriks threats didapat dari hasil berikut ini:
Total Point Skala Threats = Point Skala Indikator 1 + Point Skala Indikator 2 + Point Skala Indikator 3 + Point Skala Indikator 4 + Point Skala Indikator 5
= 3 + 3 + 2 + 2 + 3
= 13
6.    Perhitungan total point skala matriks opportunities dan threats didapat dari hasil berikut ini:
Total Point Skala Opportunities + Threats = Total Point Skala Opportunities + Total Point Skala Threats
 = 16 + 13
 = 29
7.    Perhitungan bobot matritks opportunities didapat dari hasil berikut ini:
a.   
8.    Perhitungan bobot matriks threats didapat dari hasil berikut ini:
a.   
9.    Perhitungan total bobot matriks opportunities didapat dari hasil berikut ini:
Total Opportunities = Bobot Indikator 1 + Bobot Indikator 2 + Bobot Indikator 3 + Bobot Indikator 4 + Bobot Indikator 5
  = 0.138 + 0.138 + 0.069 + 0.103 + 0.103
  = 0.552
10.    Perhitungan total bobot matriks threats didapat dari hasil berikut ini:
Total Threats = Bobot Indikator 1 + Bobot Indikator 2 + Bobot Indikator 3
         + Bobot Indikator  4 + Bobot Indikator 5
 = 0.103 + 0.103 + 0.069 + 0.069 + 0.103
 = 0.448
11.    Perhitungan total  bobot matriks opportunities dan threats didapat dari hasil berikut ini:
Total bobot Opportunities + Total bobot Threats = Total bobot Opportunities  + Total bobot Threats
= 0.552 + 0.448
= 1.00
12.    Perhitungan nilai skor matriks opportunities didapat dari hasil berikut ini:
a.    Nilai Skor Indikator 1 = Nilai Bobot Indikator 1 x Nilai Rating Indikator 1
 = 0.138 x 3
 = 0.414
13.    Perhitungan nilai skor matriks threats didapat dari hasil berikut ini:
a.    Nilai Skor Indikator 1 = Nilai Bobot Indikator 1 x Nilai Rating Indikator 1
 = 0.103 x 2
 = 0.207
14.    Perhitungan total nilai skor opportunities didapat dari hasil berikut ini:
Total Nilai Skor Opportunities = Skor Indikator 1 + Skor Indikator 2 + Skor Indikator 3 + Skor Indikator 4 + Skor Indikator 5
 = 0.414 + 0.414 + 0.138 + 0.207 + 0.207
 = 1.379
15.    Perhitungan total nilai skor threats didapat dari hasil berikut ini:
Total Nilai Skor Threats = Skor Indikator 1 + Skor Indikator 2 + Skor   Indikator 3 + Skor Indikator 4 + Skor Indikator 5
  = 0.207 + 0.207 + 0.207 + 0.138 + 0.207
  = 0.966
16.    Perhitungan total  nilai skor matriks opportunities dan threats didapat dari hasil berikut ini:
Total  Nilai Skor Opportunities + Total Nilai Skor Threats
= Total Nilai Skor Opportunities + Total Nilai Skor Threats
= 1.379 + 0.966
= 2.345
Berdasarkan data pada Tabel 4.10 nilai rating (r) pada tabel adalah nilai yang mencerminkan kuat tidaknya faktor tersebut menurut pendapat dari penulis. Sedangkan nilai pada bobot (b) menggambarkan tingkat kepentingan faktor tersebut terhadap faktor lainnya. Skor bobot kekuatan diperoleh dari perkalian rataan (r) dan bobot (b). Setelah proses matriks faktor strategis eksternal dilakukan, faktor opportunities dari yang paling tinggi secara berurutan adalah Adanya perhitungan reorder point (O1), Adanya perhitungan maksmimum stock (O2), Adanya penambahan alat angkut material (O4), Adanya penambahan SDM di gudang (O5), dan Komunikasi dengan supplier akan lebih baik karena banyaknya frekuensi pemesanan (O3). Sedangkan faktor threats dari yang paling tinggi secara berurutan adalah Harga material tidak selalu stabil setiap bulan akan mempengaruhi harga jual produk (T1), Banyaknya frekuensi pemesanan menambah biaya pemesanan (T2), Biaya penyimpanan akan bertambah (T5), Dengan asumsi 100 lembar safety stock, jika ada penawaran order urgent dan banyak, akan terjadi keraguan penggunaan material dan pengambilan order karena akan cukup atau tidak (T3), dan Frekuensi pemesanan banyak, supplier akan datang sesuai pemesanan dan akan menambah pekerjaan gudang (T4). Berikut adalah internal matrix SWOT yang ditunjukkan pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11 Matriks Faktor Strategis Internal (IFE) Perhitungan Material
dengan Kebijakan Perusahaan

Strengths
No.
Uraian
Point
Skala
Bobot
(b)
Rating
(r)
Nilai Skor
(b x r)
1.
Pada saat material datang, waktu pemindahan lebih cepat karena material yang dipesan sedikit  (S1).
4
0.160
2
0.320
2.
Pada waktu jumlah order relatif stabil dan waktu permintaan tidak mendadak, safety stock akan aman (S2).
3
0.120
3
0.360
3.
Pemeliharaan tempat material lebih mudah karena jumlah tidak  terlalu banyak (S3).
2
0.080
2
0.160
4.
Jumlah pemesanan material sedikit ,pemindahan tidak memerlukan alat bantu jika pekerja sedang tidak terlalu banyak pekerjaan (S4).
2
0.080
2
0.160
5.
Gudang akan lebih mudah dalam penataan material (S5).
2
0.080
3
0.240
Total Strengths
13
0.520

1.240
Weaknesses
No.
Uraian
Point
Skala
Bobot
(b)
Rating
(r)
Nilai Skor
(b x r)
1.
Keterlambatan pelayanan gudang (W1).
3
0.120
2
0.240
(Sumber: Pengolahan Sendiri dari Berbagai Sumber)
Tabel 4.11 Matriks Faktor Strategis Internal (IFE) Perhitungan Material
dengan Kebijakan Perusahaan (Lanjutan)
Weaknesses
No.
Uraian
Point
Skala
Bobot
(b)
Rating
(r)
Nilai Skor
(b x r)
2.
Pemborosan waktu kerja pada SDM gudang (W2).
3
0.120
2
0.240
3.
Safety stock yang sedikit, membuat terkadang proses produksi terhambat karena material habis  dan menunggu (W3).
2
0.080
2
0.160
4.
Sulit dapat mengetahui maksimum stock material (W4).
2
0.080
3
0.240
5.
Pemesanaan material tergantung dari minimum stock gudang (W5).
2
0.080
3
0.240
Total Weaknesses
12
0.480

1.120
Total Strengths + Weaknesses
25
1.00

2.360
(Sumber: Pengolahan Sendiri dari Berbagai Sumber)

Adapun penjelasan dari perhitungan dari matriks strengths dan  matriks weaknesses sebagai berikut ini:
1.    Perhitungan point skala dari matriks strengths dan matriks weaknesses didapat berdasarkan tingkat kepentingan atau urgensi penanganan dengan skala 1 sampai 5. Skala 1 yaitu sangat tidak penting, skala 2 yaitu tidak penting, skala 3 yaitu normal, skala 4 yaitu penting, dan skala 5 yaitu sangat penting.
2.    Perhitungan rating dari matriks strengths didapat berdasarkan nilai 1 sampai 4. Nilai 1 kalau kemungkinan indikator tersebut kekuatannya semakin menurun dibandingkan pesaing utama, nilai 2 kalau indikator itu kekuatannya sama dengan pesaing utama, nilai 3 kalau indikator tersebut kekuatannya lebih baik dari pesaing utama, nilai 4 kalau indikator tersebut kekuatannya sangat baik dari pesaing utama.
3.    Perhitungan rating dari matriks weaknesses didapat berdasarkan nilai 1 sampai 4. Nilai 1 kalau indikator tersebut semakin banyak kelemahannya dibandingkan pesaing utama, nilai 2 kalau indikator tersebut kelemahannya lebih dari pesaing utama, nilai 3  kalau indikator tersebut kelemahannya sama dengan pesaing utama, nilai 4 kalau indikator tersebut semakin menurun kelemahannya.
4.    Perhitungan total point skala matriks strengths didapat dari hasil berikut ini:
Total Point Skala Strengths = Point Skala Indikator 1 + Point Skala Indikator 2 + Point Skala Indikator 3 + Point Skala Indikator 4 + Point Skala Indikator 5
= 4 + 3 + 2 + 2 + 2
= 13
5.    Perhitungan total point skala matriks weaknesses didapat dari hasil berikut ini:
Total Point Skala Weaknesses = Point Skala Indikator 1 + Point Skala Indikator 2 + Point Skala Indikator 3 + Point Skala Indikator 4 + Point Skala Indikator 5
= 3 + 3 + 2 + 2 + 2
= 12
6.    Perhitungan total point skala matriks strengths dan weaknesses didapat dari hasil berikut ini:
Total Point Skala Strengths + Weaknesses = Total Point Skala Strengths + Total Point Skala Weaknesses
= 13 + 12
= 25
7.    Perhitungan bobot matriks strengths didapat dari hasil berikut ini:
a.   
8.    Perhitungan bobot matriks weaknesses didapat dari hasil berikut ini:
a.   
9.    Perhitungan total bobot matriks strengths didapat dari hasil berikut ini:
Total Strengths = Bobot Indikator 1 + Bobot Indikator 2 + Bobot Indikator 3
+ Bobot Indikator 4 + Bobot Indikator 5
 = 0.160 + 0.120 + 0.080 + 0.080 + 0.080
 = 0.520
10.    Perhitungan total bobot matriks weaknesses didapat dari hasil berikut ini:
Total Weaknesses  = Bobot Indikator 1 + Bobot Indikator 2 + Bobot Indikator 3 + Bobot Indikator 4 + Bobot Indikator 5
= 0.120 + 0.120 + 0.080 + 0.080 + 0.080
= 0.480
11.    Perhitungan total  bobot matriks strengths dan weaknesses didapat dari hasil berikut ini:
Total bobot Strengths + Total bobot Weaknesses
= Total bobot Strengths + Total bobot Weaknesses
= 0.520 + 0.480
= 1.00
12.    Perhitungan nilai skor matriks strengths didapat dari hasil berikut ini:
a.    Nilai Skor Indikator 1 = Nilai Bobot Indikator 1 x Nilai Rating Indikator 1
 = 0.160 x 2
 = 0.320
13.    Perhitungan nilai skor matriks weaknesses didapat dari hasil berikut ini:
a.    Nilai Skor Indikator 1 = Nilai Bobot Indikator 1 x Nilai Rating Indikator 1
 = 0.120 x 2
 = 0.240
14.    Perhitungan total nilai skor strengths didapat dari hasil berikut ini:
Total Nilai Skor Strengths = Skor Indikator 1 + Skor Indikator 2 + Skor Indikator 3 + Skor Indikator 4 + Skor Indikator 5
 = 0.320 + 0.360 + 0.160 + 0.160 + 0.240
 = 1.240
15.    Perhitungan total nilai skor weaknesses didapat dari hasil berikut ini:
Total Nilai Skor Weaknesses = Skor Indikator 1 + Skor Indikator 2 + Skor   Indikator 3 + Skor Indikator 4 + Skor Indikator 5
= 0.240 + 0.240 + 0.160 + 0.240 + 0.240
= 1.120
16.    Perhitungan total  nilai skor matriks strengths dan weaknesses didapat dari hasil berikut ini:
Total  Nilai Skor Strengths + Total Nilai Skor Weaknesses
= Total Nilai Skor Strengths + Total Nilai Skor Weaknesses
= 1.240 + 1.120
= 2.360
Data pada Tabel 4.11 menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berkaitan dengan strengths (kekuatan) yang paling tinggi secara berurutan adalah Pada waktu jumlah order relatif stabil dan waktu permintaan tidak mendadak, safety stock akan aman (S2), Pada saat material datang, waktu pemindahan lebih cepat karena material yang dipesan sedikit  (S1), Gudang akan lebih mudah dalam penataan material (S5), Pemeliharaan tempat material lebih mudah karena jumlah tidak terlalu banyak (S3), dan Jumlah pemesanan material sedikit, pemindahan tidak memerlukan alat bantu jika pekerja sedang tidak terlalu banyak pekerjaan (S4). Sedangkan faktor weaknesses yang paling tinggi secara berurutan adalah Keterlambatan pelayanan gudang (W1), Pemborosan waktu kerja pada SDM gudang (W2), Sulit dapat mengetahui maksimum stock material (W4), Pemesanaan material tergantung dari minimum stock gudang (W5), dan Safety stock yang sedikit, membuat terkadang proses produksi terhambat karena material habis  dan menunggu (W3).
Berdasarkan hasil matriks strategi faktor internal (IFE) diperoleh nilai IFE sebesar 2.360 dan nilai EFE dari matriks strategi faktor eksternal diperoleh nilai sebesar 2.345. Berdasarkan hasil nilai IFE dan EFE maka dapat dibuat matriks IE seperti Gambar 4.2.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar